JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menjelaskan soal pemilih penyandang disabilitas mental atau sakit jiwa yang didata KPU dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.
Menurut Hasyim, KPU kemungkinan hanya mendata penyandang disabilitas mental yang berada di rumah, berkumpul dengan keluarga, atau sedang dirawat di rumah sakit jiwa.
Sebab, pendataan pemilih penyandang disabilitas mental bergantung situasi dan kondisi.
Jika saat pendataan penyandang disabilitas mental sedang tidak sehat atau "kumat", maka pendataan tak bisa dilakukan langsung terhadap yang bersangkutan.
Paling memungkinkan, pendataan dilakukan dengan bertanya kepada keluarga atau dokter atau tenaga medis yang merawatnya.
Baca juga: Perludem: Penyandang Disabilitas Mental Harus Diberi Hak Pilih dalam Pemilu
"Dengan demikian, penyandang disability mental yang memungkinkan didaftar adalah hanya yang berada di rumah, kumpul keluarga, atau sedang dirawat di RS jiwa atau panti," kata Hasyim saat dikonfirmasi, Kamis (22/11/2018).
Pada prinsipnya, KPU tidak hanya mengakomodasi pemilih penyandang disabilitas mental, tetapi, semua penyandang disabilitas juga dimasukkan ke dalam DPT.
Khusus bagi penyandang disabilitas mental, tetap didaftar dalam DPT.
Namun, penggunaan hak pilih pada hari pemungutan suara sesuai dengan rekomendasi dokter yang merawat.
"Bila hari H yang bersangkutan waras, maka dapat memilih, demikian pula sebaliknya," ujar Hasyim.
Baca juga: KPU: Penyandang Disabilitas Mental Wajib Bawa Rekomendasi Dokter saat Mencoblos
Hasyim mengatakan, KPU punya alasan mengapa mendata penyandang disabilitas mental sebagai pemilih.
Penyandang disabilititas mental, lanjut Hasyim, pada dasarnya memang tidak dapat melakukan tindakan hukum, sehingga tindakannya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.
Padahal, dalam hukum, perlakuan terhadap penyandang disabilitas mental dianggap sama dengan perlakuan terhadap anak di bawah umur, yaitu dianggap belum dewasa atau tidak cakap melakukan tindakan hukum.
Oleh karena itu, mereka dalam pengampuan wali atau keluarga yang dewasa atau cakap secara hukum.
Baca juga: KPU Temui Kendala dalam Mendata Pemilih Penyandang Disabilitas Mental
Dalam hal pendataan penyandang disabilitas mental sebagai pemilih, dokter menjadi pihak yang punya otoritas dalam menentukan yang bersangkutan pada hari pemungutan suara sedang dalam keadaan sehat atau tidak.
"Itulah alasan kenapa dalam hal penggunaan hak pilih, disability mental harus ada penjamin oleh pihak yang punya otoritas, yaitu dokter, bahwa yang bersangkutan pada hari H sedang waras dan karenanya yang bersangkutan cakap melakukan tindakan hukum untuk memilih," kata Hasyim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.