KOMPAS.com - Penemuan sampah 5,9 kilogram di perut paus sperma yang mati di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, membuat kita sadar bahwa keberadaan sampah plastik membahayakan lingkungan.
Seperti informasi yang diterima Kompas.com dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam sepuluh tahun terakhir data menunjukkan jumlah sampah plastik terus meningkat.
Permasalahan pengelolaan sampah ini membuat pemerintah mengeluarkan regulasi, salah satunya melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Namun, menurut Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Dwi Sawung, regulasi tersebut belumlah cukup.
Dwi mengatakan, Walhi tetap mengampanyekan ke masyarakat untuk mengelola sampah melalui 3R (reduce, reuse, dan recycle). Namun, menurut dia, masyarakat dapat mengubah gaya hidup untuk mengurangi adanya sampah ini dengan ber-zerowaste (nol sampah).
"Dulu ketika kami mulai penggunaan botol minum sendiri dianggap angin lalu, tetapi sekarang sudah umum sekali orang membawa botol minum sendiri," kata Dwi Sawung saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (22/11/2018).
"Membawa kantong belanja sendiri juga menjadi (hal) umum, juga penggunaan sedotan pakai ulang," ujar dia.
Masyarakat mempunyai peran penting untuk menjaga lingkungan. Gaya hidup minim sampah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengurangi pemakaian barang yang berpotensi menjadi sampah di rumah masing-masing.
Terlepas dari itu, pemerintah melalui KLHK juga melakukan sosialisasi, diseminasi, penyuluhan dan pelatihan kepada kelompok-kelompok masyarakat mengenai pengelolaan sampah.
Baca juga: Komunitas Zero Waste Nusantara, Berbagi Gaya Hidup Minim Sampah
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Djati Witjaksono Hadi menyampaikan tentang target kebijakan pengelolaan sampah berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.
"Target sampah yang terkurangi adalah sebesar 20 persen pada 2019 dan target sampah yang tertangani sebesar 75 persen pada 2019," kata Djati kepada Kompas.com, Kamis (22/11/2018).
Sementara dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah, pada 2025 pemerintah menargetkan sampah akan terkurangi sebesar 30 persen dan tertangani sebesar 70 persen.
Djati menyebutkan, untuk mewujudkan pemenuhan target tersebut memerlukan indikator yang terukur dan dapat tercapai.
Adapun indikator tersebut terbagi menjadi dua, yaitu indikator pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Indikator pengurangan sampah terdiri dari beberapa hal, seperti penurunan jumlah timbulan sampah per kapita, penurunan jumlah sampah yang diangkut ke tempat pemrosesan akhir, serta peningkatan jumlah sampah terpilah, terdaurulang, dan termanfaatkan kembali.