JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Meutya Hafid berpendapat, tak ada yang salah dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada kasus Baiq Nuril.
Menurut Meutya, putusan MA yang justru tidak sesuai dengan substansi UU ITE.
"Bahwa dalam kasus Ibu Nuril, masalahnya bukan di UU ITE. Masalahnya di penegak hukum dalam hal ini Mahkamah Agung yang menurut saya tidak senapas dengan Undang-Undang yang dia gunakan untuk menghukum orang," ujar Meutya di kompleks parlemen, Kamis (22/11/2018).
Meutya mengatakan, Nuril bukan lah pihak yang menyebarkan rekaman percakapan asusila. Sebagai salah seorang yang membahas UU ITE di DPR, Meutya menilai Nuril seharusnya tidak dihukum dengan Undang-Undang tersebut.
Hal itu telah dibuktikan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Mataram. Meutya mengatakan putusan PN Mataram sudah tepat.
"Saya menyayangkan putusan MA terhadap Baiq Nuril. Seharusnya MA menguatkan putusan Pengadilan Negeri ya, menurut saya itu yang memiliki atau senapas dengan yang ada dalam UU ITE," kata dia.
Baca juga: Usut Kasus Dugaan Pelecehan, Polisi Periksa Teman Kerja Baiq Nuril
Meutya pun mempersilakan jika ada pihak yang ingin mengajukan uji materi Undang-Undang tersebut. Dia mengatakan, Komisi I terbuka dengan opsi tersebut. Namun, dia menegaskan kembali bahwa kasus Baiq Nuril bukan karena melanggar UU ITE.
"Kalaupun ada catatan yang perlu diperbaiki, kami terbuka di komisi I. Tetapi dengan UU yang ada pun Ibu Baiq Nuril tidak terkena Pasal 27 ayat 1 karena dia tidak mentrasmisikan, menyebarluaskan konten yang dianggap bermuatan asusila tersebut," kaya Meutya.
Bantah menyebarkan
Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, pernah menjelaskan argumentasinya bahwa Nuril tidak melanggar UU ITE. Hal ini juga dikuatkan dalam fakta sidang dan putusan di PN Mataram.
Joko mengatakan Nuril menyimpan rekaman itu dalam ponsel selama satu tahun sebagai bukti bahwa dia tidak punya hubungan dengan mantan kepala sekolah.
"Rekaman itu tidak disebarluaskan," kata Joko.
Kemudian, handphone berisi rekaman itu diberikan kepada kakak iparnya untuk digunakan. Joko mengatakan, rekan kerja Nuril yang meminta rekaman itu untuk diadukan kepada DPRD dan kepala dinas.
Nuril dan rekan kerjanya akhirnya mengambil rekaman itu dari ponsel yang dipegang kakak ipar Nuril. Rekan kerja Nuril sudah menyiapkan laptop untuk memindahkan rekamannya.
Baca juga: Babak Baru Perjuangan Baiq Nuril...
"Kemudian yang jadi perdebatan di pengadilan itu, siapa yang nyolokin kabel datanya dari handphone ke laptop," ujar Joko.
Orang yang memasang kabel data ke ponsel dinilai sebagai penyebar. Joko mengatakan, pemilik laptop memberi kesaksian bahwa Nuril yang menyolok kabel data.
Namun saksi lain mengatakan yang menyolok kabel data adalah pemilik laptop tersebut. Dalam persidangan, terbukti bahwa beberapa pihak yang memilki rekaman tersebut tidak menerimanya dari Nuril, melainkan dari rekan kerja Nuril.
"Yang jadi soal menurut hakim ini tidak memenuhi unsur Baiq Nuril yang menyebarluaskan, itu kesimpulan," kata Joko.