JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, penanganan kasus korupsi yang menjerat korporasi lebih rumit jika dibandingkan penanganan korupsi yang melibatkan perorangan.
Hal itu dikatakan Laode dalam dialog Kanal KPK dengan tema "Menjerat Korporasi" di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/11/ 2018).
“Yang perlu diketahui masyarakat, kasus korupsi korporasi lebih njlimet dibanding (korupsi) orang per orang dan tentunya kita juga harus bekerja sama dengan pengadilan,” ujar Laode.
Ia menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) telah diatur bahwa subjek hukum pelaku korupsi tidak hanya orang, tetapi juga badan hukum atau korporasi.
UU Tipikor secara jelas menyebutkan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi, baik itu merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
“Pasal 20 ayat (2) UU Tipikor pada intinya menyebutkan jika korupsi dilakukan oleh atau atas nama korporasi, tuntutan atau penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya,” jelas Laode.
Ia menyebutkan, saat ini KPK telah menjerat lima korporasi. Namun, Laode tidak menyebut kasus korupsi korporasi apa saja yang sedang ditangani KPK.
“Hari ini kami akan membaca tuntutan PT DGI (Duta Graha Indah), yang berubah menjadi PT NKE (Konstruksi Enjiniring). Ini hari bersejarah KPK membacakan tuntutan mudah-mudahan Pengadilan Negeri Pusat berpihak kepada kebenaran,” kata Laode.
Meski demikian, kata Laode, hingga kini belum ada aturan tertulis yang mengatur batas waktu penanganan korupsi korporasi.
“Secara prinsip, kami sampaikan kepada penyelidik, penyidik dan penuntut (KPK) kalau yang disangkakan korporasi sebaiknya secepatnya (diselesaikan),” ujar Laode.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.