KOMPAS.com - Kematian paus sperma yang terdampar di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara masih menyedot perhatian khalayak ramai. Hal yang memprihatinkan adalah dalam perut paus sepanjang 9,6 meter tersebut ditemukan sampah plastik seberat 5,9 kilogram.
Seperti diketahui, sampah plastik memang tidak dapat dicerna, baik oleh tubuh manusia maupun binatang. Tak dapat dipungkiri, sampah yang tidak terkelola dengan baik akan menyebabkan pencemaran di lingkungan kita.
Lalu, bagaimana regulasi pemerintah Indonesia menangani sampah plastik?
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) Djati Witjaksono Hadi menyampaikan, saat ini sampah paling dominan di Indonesia adalah sampah organik. Sampah sisa makanan dan tumbuhan itu tercatat sebesar 50 persen.
"Komposisi sampah plastik di Indonesia saat ini sekitar 15 persen dari total timbulan sampah, terutama di daerah perkotaan," kata Djati saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/11/2018).
Data yang ada tersebut menunjukkan dalam 10 tahun terakhir, banyaknya sampah plastik terus meningkat.
"Sumber utama sampah plastik berasal dari kantong belanja, kemasan consumer goods, kemasan makanan dan minuman, serta pembungkus barang lainnya," ujar Djati.
Baca juga: Sampah Plastik Dunia dalam Angka...
Berdasarkan informasi yang diterima Kompas.com, dari total timbulan sampah plastik tersebut, hanya sekitar 10-15 persen yang didaur ulang. Sementara 60-70 persen ditampung di tempat pembuangan akhir (TPA) dan 15 persen-30 persen belum terkelola.
Dari 15-30 persen sampah plastik yang belum terkelola ini berakhir terbuang ke lingkungan, terutama ke sungai, danau, pantai, dan laut.
Sampah plastik di lautan (marine plastics) saat ini bukan menjadi tantangan bagi Indonesia saja, melainkan menjadi permasalahan global. Sebab, marine litter atau sampah laut tak mempunyai wilayah teritori negara atau wilayah administrasi daerah.
Selain itu, dari sisi jumlah dan sebarannya cenderung meningkat secara signifikan dan tersebar dalam skala samudera.
"Meskipun belum ada data valid mengenai jumlah marine litter secara global, beberapa hasil riset mengungkapkan antara lain 80 persen marine litter berasal dari daratan," kata Djati.
Baca juga: 1,7 Ton Sampah Plastik Ditemukan di Sekitar Laut Tempat Paus Mati
Djati menambahkan, 80 persen tersebut adalah plastik dan 8,8 juta ton sampah plastik terbuang atau dibuang ke samudera setiap tahunnya.
Sampah yang dibuang ke sungai, danau, atau laut menganggu kesimbangan ekosistem dan menyebabkan kematian binatang air yang terperangkap sampah plastik.
Pada saluran air, tumpukan sampah dapat menyumbat dan menyebabkan terjadinya genangan atau banjir.