BOGOR, KOMPAS.com - Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo menegaskan, Presiden Joko Widodo tidak bisa serta merta memberikan amnesti atau pengampunan kepada Baiq Nuril Maqnun.
Sebab, Presiden memerlukan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
"Amnesti itu, baca di konstitusi, juga ada syaratnya. Harus ada rekomendasi atau bicara dengan DPR ya," kata Johan di Istana Bogor, Rabu (21/11/2018).
Baca juga: Ketua DPR: Baiq Nurul adalah Korban, Bukan Pelaku Kejahatan
Oleh karena itu lah, lanjut Johan, Presiden Jokowi menyarankan agar Baiq Nuril terlebih dahulu menempuh langkah hukum lanjutan yakni Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung yang memvonisnya dengan hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
"Karena sekarang itu domainnya belum ada di Presiden. Karena domain sekarang masih ada di yudikatif," kata Johan.
Apalagi, lanjut Johan, pihak Kejaksaan juga sudah memutuskan untuk menunda eksekusi terhadap Nuril. Dengan begitu, Nuril tetap bisa menghirup udara bebas selama proses Peninjauan Kembali.
"Karena itu Pak Presiden kemarin menyampaikan, memberi saran kepada ibu Nuril untuk menggunakan upaya hukum yang masih ada, yakni PK," kata Johan.
Baiq Nuril adalah mantan pegawai honorer di bagian tata usaha SMU 7 Mataram, NTB.
Pengadilan Negeri Kota Mataram memvonis Baiq tidak bersalah atas kasus penyebaran rekaman telepon kepala sekolahnya yang bermuatan asusila.
Jaksa penuntut umum kemudian mengajukan kasasi ke MA. Rupanya, MA memvonis sebaliknya, yakni memvonisnya bersalah dengan hukuman kurungan selama enam bulan dan denda Rp 500 juta.
Baca juga: Presiden Diminta Segera Beri Amnesti untuk Baiq Nuril
Aktivis yang tergabung dalam koalisi save Nuril sebelumnya datang ke Istana untuk mengantarkan langsung surat permohonan agar Presiden Jokowi bersedia memberi amnesti. Bersama dengan surat itu, mereka juga membawa hasil petisi #AmnestiUntukNuril yang sudah digalang lewat situs change.org.
Presiden Jokowi tidak berada di Istana karena tengah melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur. Akhirnya, mereka diterima oleh Staf Ahli Deputi V KSP Ifdhal Kasim.