JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan nomor urut 02 Prabowo Subianto memiliki gaya komunikasi politik yang berbeda.
Hal itu terlihat dari istilah atau jargon politik yang kerap mereka lontarkan selama dua bulan masa kamapanye Pilpres 2019.
Pakar komunikasi politik Gun Gun Heryanto menilai, Jokowi memiliki gaya komunikasi politik equalitarian atau kesetaraan.
Menurut Gun Gun, politisi yang memiliki gaya komunikasi equalitarian cenderung menggunakan bahasa politik yang mudah dicerna.
Baca juga: Kode dari Jokowi di Balik Istilah Sontoloyo dan Genderuwo
Jokowi juga menggunakan istilah politik genderuwo untuk mengkritik lawan politiknya yang menyebar pesimisme dan ketakutan di tengah masayarakat.
"Gaya Jokowi itu kesetaraan, jarang memakai diksi yang susah, yang tinggi. Dia bukan orator yang baik tapi komunikator yang baik," ujar Gun Gun dalam sebuah diskusi di Kantor Populi Center, Jakarta Barat, Kamis (15/11/2018).
Gaya komunikasi politik equalitarian juga terlihat dari cara Jokowi menyapa masyarakat secara langsung.
Dalam setiap agenda blusukan, kata Gun Gun, Jokowi berusaha untuk menciptakan kesan bahwa tidak ada jarak antara pemimpin dengan masyarakat yang dipimpinnya.
Baca juga: Jokowi: Karena Sudah Jengkel, Keluarlah Itu Sontoloyo...
"Equalitarian itu turun ke bawah, merangkul, membingkai pesan untuk mencoba harmoni," ujar Gun Gun.
Sementara, lanjut Gun Gun, Prabowo memiliki gaya komunikasi politik dynamic.
Hal ini terlihat dari cara berbicara Prabowo yang lugas, eksplisit dan to the point. Meski demikian, gaya seperti ini dapat dimaknai secara berbeda oleh sebagian masyarakat.
"Prabowo itu dynamic style, biasanya eksplisit, to the point, lebih menggunakan bahasa yang lugas dan bisa dibaca oleh sebagian orang. Kalau ngomong apa adanya, bisa punya risiko dimaknai secara beda," kata Gun Gun.
Prabowo secara lugas mengatakan tampang Boyolali.
Baca juga: Prabowo Minta Maaf jika Ada yang Tersinggung dengan Tampang Boyolali