JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ri mengatakan, Mahkamah Agung (MA) seharusnya memprioritaskan KPU dalam hal penyampaian salinan putusan hasil uji materi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018.
PKPU tersebut mengatur larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Sejauh ini, kata Hasyim, KPU belum menerima salinan hasil uji materi. KPU, baru mendapat informasi dari media massa bahwa MA telah menerima dan mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) itu.
Hasyim mengatakan, dalam uji materi ini KPU merupakan pihak tergugat. Sehingga, seharusnya MA memprioritaskan KPU untuk secepatnya menerima salinan putusan.
Baca juga: Tak Kunjung Terima Salinan Putusan Uji Materi, KPU Surati MA
"KPU ini kan pihak tergugat dan yang melaksanakan kegiatan (pemilu), mestinya ya jadi prioritas dong," kata Hasyim di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, (9/11/2018).
Terkait hal tersebut, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan pihaknya masih menunggu salinan putusan tersebut sampai ke KPU.
Padahal, setelah muncul kabar MA mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan OSO 25 Oktober lalu, KPU sudah menyampaikan surat ke MA, meminta lembaga peradilan hukum itu untuk mengirimkan salinan putusan hasil uji materi ke pihaknya.
Tetapi, salinan putusan tak kunjung sampai ke KPU hingga saat ini.
Belum adanya salinan putusan dari MA terkait hasil uji materi, membuat KPU tak bisa mengambil sikap terhadap OSO yang sebelumnya dicoret dari daftar calon tetap (DPT) anggota DPD Pemilu 2019.
"KPU sudah mengirim surat sejak putusan itu (muncul) di press release kan. Cuma kami belum bisa mengambil sikap apapun. Kami masih menunggu salinan putusan dari MA," ujar Arief.
Mahkamah Agung (MA) menerima dan mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) terkait larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Merujuk salinan putusan gugatan OSO, MA menyatakan ketentuan pasal 60A Peraturan KPU 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang pencalonan perseorangan peserta pemilu anggota DPD bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
“PKPU 26 Tahun 2018 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” ujar Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung (MA) Abdullah saat dihubungi Kompas.com, Jumat (9/11/2018).
Baca juga: Hingga Senin Siang, KPU Belum Terima Salinan Putusan Gugatan Oesman Sapta
Sebelumnya, KPU mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik. OSO dianggap masih tercatat sebagai anggota partai politik.
Menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.
Aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018).