JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo meminta pemerintah memastikan status hukum 13 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
Hal itu dilakukan agar pemerintah dapat memberikan upaya advokasi maupun diplomasi untuk memberikan perlindungan terhadap para pekerja migran tersebut.
"Pemerintah harus memastikan akurasi data dan status hukumnya, apakah masih bisa dilakukan advokasi litigasi, diplomasi politik, pengampunan raja atau permintaaan maaf keluarga," ujar Wahyu kepada Kompas.com, Rabu (7/11/2018).
Baca juga: Perjanjian RI-Saudi soal Perlindungan TKI Dinilai Mendesak
Selain itu, menurut Wahyu, pemerintah seharusnya menghapus kebijakan hukuman mati agar upaya diplomasi untuk membebaskan 13 TKI tersebut memiliki daya desak secara politik.
Ia menilai penerapan kebijakan hukuman mati di dalam negeri justru membuat upaya advokasi pemerintah terhadap para tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri menjadi tidak efektif.
Wahyu memandang upaya diplomasi pemerintah selama ini tidak memiliki daya desak. Sebab, Indonesia dinilai menerapkan standar ganda terkait hukuman mati.
Di satu sisi Indonesia berupaya untuk membebaskan warga negaranya dari hukuman mati di negara lain.
Baca juga: Anggota Komisi IX: Jangan Kirim TKI Tanpa Ada Kejelasan dari Arab Saudi
Namun di sisi lain masih menerapkan hukuman mati sebagai salah satu hukum positifnya.
"Ini harus diakhiri agar memiliki daya desak politik dan legitimasi moral atau etis," kata Wahyu.
Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, sebanyak 13 warga negara Indonesia (WNI) terancam hukuman mati di Arab Saudi. Dari jumlah itu, seorang di antaranya sudah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Dalam rentang 2011-2018 tercatat 103 WNI dijatuhi hukuman mati di Arab Saudi. Sebanyak 85 orang berhasil dibebaskan dari ancaman hukuman mati sementara lima orang lainnya telah dieksekusi sehingga tersisa 13 WNI yang masih diupayakan pembelaan hukumnya.