BOGOR, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membantah bahwa Presiden Joko Widodo pernah berjanji mengangkat seluruh guru honorer menjadi pegawai negeri sipil.
"Oh enggak juga, sebentar dulu, janji di mana?" kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (2/11/2018).
Moeldoko mengatakan, justru yang banyak berjanji untuk memperjuangkan nasib para honorer adalah para calon kepala daerah yang berlaga pada Pilkada Serentak 2017 dan Pilkada Serentak 2018.
Namun, kini pemerintah pusat yang ditagih janjinya oleh para guru honorer.
"Makanya sekarang tegas Presiden, enggak ada lagi janji-janji politik untuk urusan pengangkatan CPNS dan seterusnya. Justru presiden yang menekankan itu. Jangan dibalik-balik," kata Moeldoko.
Baca juga: Demo Guru Honorer, Respons Cuek Jokowi dan Jawaban Istana...
Moeldoko menegaskan bahwa pemerintah sudah melakukan berbagai cara untuk mengakomodir aspiradi guru honorer.
Menurut dia, setidaknya ada tiga tahap yang dilakukan pemerintah untuk mengakomodir tuntutan tersebut.
Pertama, pemerintah membuka formasi CPNS khusus untuk guru honorer.
Namun, guru honorer yang bisa mengikuti tes ini hanya mereka yang berusia di bawah 35 tahun sebagaimana ketentuan UU ASN.
Tahap kedua, bagi mereka yang tak bisa mengikuti tes CPNS bisa mendaftarkan diri sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Peraturan Pemerintah tentang PPPK saat ini tengah difinalisasi.
Baca juga: Soal Demo Guru Honorer, Istana Sebut Jokowi Tak Bisa Bertemu Dadakan
Tahap ketiga, jika guru honorer juga tidak lolos sebagai P3K, maka pemerintah akan mengupayakan agar sisa tenaga honorer yang ada ditingkatkan upahnya.
"Ya sudah, itu solusinya. Kan demo bukan hanya sekarang, tapi dari dulu. Karena demo itu lah terus kita ada solusi itu, tiga solusi," kata dia.
Moeldoko mengakui, solusi yang ditawarkan pemerintah itu memang tidak bisa memuaskan seluruh guru honorer.
Namun, pemerintah masih akan berpegang pada tiga solusi itu dan tak akan mengambil kebijakan baru.