Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Efektifkah Hadiah Rp 200 Juta untuk Pelapor Korupsi?

Kompas.com - 01/11/2018, 08:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Andreas Marbun

INDONESIA telah merevisi aturan mengenai pemberian insentif bagi pelapor kasus tindak pidana perkara korupsi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2018.

Di bawah aturan baru ini, pelapor tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara dapat memperoleh hadiah senilai 0,2 persen dari uang negara yang dapat dikembalikan kepada negara dengan nilai tidak lebih dari Rp 200 juta.

Pada ketentuan sebelumnya, tidak ada batasan maksimal tentang nilai hadiah yang diberikan kepada pelapor korupsi.

Hingga saat ini, tidak ada seorang pun yang betul-betul mengetahui alasan atau latar belakang adanya perubahan ini. Pemerintah sendiri belum memberikan penjelasan atau pernyataan resmi terkait hal ini.

Namun, bagian konsideran peraturan pemerintah itu sendiri menjelaskan bahwa peraturan yang baru ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemberian kemudahan kepada masyarakat dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, serta mempermudah pelaksanaan pemberian penghargaan kepada masyarakat.

Sayangnya, walaupun alasan tersebut nampak mulia, namun sesungguhnya ketentuan pemberian insentif macam ini belum terbukti berhasil diimplementasikan.

Buruknya mekanisme dan ketidakjelasan penentuan pemberian hadiah serta kecilnya jumlah insentif yang diberikan dapat dikatakan menjadi beberapa alasan utama yang mengakibatkan kebijakan ini tidak dapat berjalan secara efektif.

Buruknya pengaturan teknis

Sejak abad pertengahan, surat qui tam, telah memberikan hak bagi seorang individu untuk mendapatkan sebagian uang yang berhasil diperoleh kembali pada kasus-kasus kejahatan finansial yang ia laporkan.

Ketentuan pemberian insentif macam ini bertujuan untuk mendorong pihak-pihak yang ingin membantu penegakan hukum.

Hal tersebut sesungguhnya sejalan dengan asumsi dasar analisis ekonomi terhadap hukum yang berpandangan bahwa manusia pada umumnya memberi respons secara positif terhadap insentif. Ketentuan PP No. 43/2018 ini pun dibentuk berdasarkan adanya asumsi tersebut.

Namun, ada beberapa faktor yang masih belum dapat dijawab oleh PP No. 43/2018 terkait implementasi. Tidak ada ketentuan teknis yang jelas terkait penentuan dan mekanisme pemberian hadiah kepada pelapor tindak korupsi.

Sebagai contoh, ketentuan ini masih belum menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperti bagaimana jika ada dua pelapor dari satu kasus korupsi?

Apakah keduanya diberikan hadiah atau salah satu saja? Jika keduanya diberikan hadiah, siapa yang berwenang untuk menghitung porsi besaran masing-masing yang diberikan hadiah?

Atau apakah hadiahnya akan dibagi sama rata bagi masing-masing pelapor, walaupun bobot bukti yang diberikan masing-masing pelapor berbeda-beda?

Jika dibagi secara berbeda-beda, siapa pula yang berwenang menentukan bahwa suatu keterangan lebih berbobot ketimbang keterangan pelapor yang lain?

Sepanjang pertanyaan-pertanyaan ini belum bisa dijawab, maka ketentuan baru ini (tetap) tidak akan ada gunanya.

Hadiah terlalu kecil

Di negara-negara lain, hadiah yang diberikan bagi pelapor suatu perkara kejahatan finansial bisa mencapai 30 persen dari total uang yang dapat dikembalikan atau disita.

Negara-negara ini paham betul akan pentingnya suatu bukti dari keterangan yang diberikan oleh pelapor kejahatan dalam suatu proses peradilan pidana.

Adapun di Indonesia, pemerintah melalui peraturan terbarunya justru membatasi jumlah hadiah yang dapat diberikan kepada seorang whistleblower dalam suatu perkara tindak pidana korupsi.

Batasan yang ditetapkan adalah sebesar Rp 200 juta atau tidak lebih dari 0,2 persen dari jumlah uang yang dikembalikan. Adapun untuk kasus penyuapan, batasan hadiah yang dapat diberikan kepada seorang pelapor tersebut menjadi lebih rendah lagi, yakni Rp 10 juta.

Ketentuan sebelumnya justru lebih baik karena tidak memberi batasan Rp 200 juta. Peraturan lama hanya memberikan batasan 0,2 persen dari jumlah uang dikembalikan. Hanya saja memang peraturan lama tidak memberikan hadiah untuk kasus suap.

Hal ini menandakan bahwa dengan aturan baru, insentif bagi pelapor atau whistleblower relatif sama walaupun skala kasus korupsi yang dilaporkannya berbeda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com