Sebelumnya, Lilik diduga terlibat dalam pembunuhan seorang WNI yang dilakukan oleh pria berkebangsaan Bangladesh.
Namun, tuduhan itu tidak terbukti. Hingga akhirnya ia dinyatakan terbebas dari dakwaan hukum pancung pada 2015 setelah menjalani masa tahanan selama 8 tahun sejak 2007.
Lilik pun dapat kembali pulang ke Banyuwangi dengan sedikit uang yang sempat ia kumpulkan selama di penjara.
Baca juga: Protes Saja Tak Cukup, Pemerintah Diminta Evaluasi Pengiriman TKI ke Arab Saudi
Sumiyati dan Masani yang berasal dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, divonis hukuman mati kisas setelah didakwa bersekongkol membunuh majikan dan menyantet anak majikannya agar sakit.
Keduanya dituduh membunuh dengan menyuntikkan insulin bersama zat lain ke tubuh majikannya dan ditahan sejak 2014.
Pada persidangan 2017 lalu, keduanya dinyatakan bebas dari vonis karena ahli waris dari korban mencabut tuntutan kisasnya tanpa menuntut kompensasi.
Keputusan ahli waris yang bernama Sinhaj Al Otaibi itu ditentang oleh pihak keluarga yang lain. Pihak keluarga pun mengajukan banding, namun pengadilan menolak banding tersebut.
Hukum di sana menyebutkan, tuntutan akan gugur jika ada salah satu yang mencabutnya. Hukum itu dikenal dengan nama Al-Tasyri Al-Jinaíy.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Karawang, Jawa Barat ini bebas dari tuntutan hukuman mati yang ditimpakan padanya pada 7 Mei 2018. Sebelumnya ia didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap anak majikannya yang masih berusia 3 bulan.
Nurkayah disangkakan mencampur racun tikus dan obat-obatan lain ke botol susu sang anak.
Ia menjalani masa pengadilan yang cukup panjang, sejak 9 Mei 2010. Setelah delapan tahun berlalu, Mei 2018 ia dibebaskan dari segala tuntutan vonis mati dan ganti rugi yang sebelumnya menjeratnya.
Hal ini karena pengakuan yang dikeluarkan oleh Nurkayah sebelumnya bahwa ia melakukan pembunuhan berencana, dikeluarkan di bawah tekanan.
Selain itu, majikan sebagai pelapor tidak mampu menghadirkan bukti-bukti yang memperkuat sangkaannya.
Meskipun bebas dari hukuman mati dan ganti rugi, Nurkayah mendapat hukuman 6 tahun penjara dan 500 kali cambuk sesuai hukum yang berlaku di Arab Saudi.
Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat ini bebas dari ancaman hukuman mati di Arab Saudi.
Jama’ah ditangkap pada 3 Februari 2010 atas tuduhan melakukan sihir sehingga menyebabkan anak majikannya menderita sakit permanen.
Awalnya ia dituntut ganti rugi sebesar 1.080.000 Riyal (setara Rp 3,8 miliar) oleh majikannya, karena anaknya mengalami kelumpuhan. Namun, sang majikan mengubah tuntutan menjadi hukuman mati.
Pada sidang ke-18 (12/9/2018), pengadilan menolak tuntutan dan membebaskan Jama’ah. Setelah itu, ucapan selamat pun diterima Jama’ah dari berbagai pihak, termasuk Duta Besar RI untuk Arab.
Jama’ah dibawa ke rumah singgah sementara KBRI Riyadh untuk menunggu proses pemulangannya ke Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.