JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebut ada 9 rancangan undang-undang dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2019 yang perlu diawasi secara ketat.
Menurut ICJR, ke-9 RUU tersebut berhubungan erat dengan hak asasi manusia dan reformasi hukum pidana dan hukum acara pidana.
Pertama, RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Menurut ICJR, sampai saat ini masih banyak potensi overkriminalisasi dari RKUHP. Kemudian, belum disepakatinya metode penentuan tinggi rendahnya ancaman pidana.
"Kami berharap agar DPR dan pemerintah lebih jernih dalam melakukan pembahasan RKUHP untuk mempersempit potensi overkriminalisasi," ujar Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (30/10/2018).
Baca juga: Bahas Rancangan KUHP, Jokowi Bertemu Pimpinan KPK
Kedua, RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Pembahasan RKUHAP masih belum tersentuh sama sekali. DPR dan Pemerintah harus memastikan bahwa RKUHAP dibentuk berdasarkan prinsip-prinsip fair trail dan HAM.
Ketiga, RUU Pemasyarakatan. Menurut ICJR, pangkal permasalahan Lembaga Pemasyarakatan adalah kondisi overcrowding yang terus memprihatinkan.
Diperlukan penguatan terkait konsep pembinaan di luar lapas yang belum terakomodasi dalam UU Pemasyarakatan Tahun 1995, termasuk revitalisasi bagi lembaga-lembaga pengampu pemasyarakatan saat ini.
Keempat, RUU Narkotika. Menurut ICJR, RUU Narkotika harus diletakkan dengan pendekatan kesehatan masyarakat, dimana RUU Narkotika harus sinergi dengan kebutuhan rehabilitasi. Selain itu, harus dapat dipastikan bahwa adanya dekriminalisasi bagi pengguna dan pecandu narkotika untuk menjamin terbukanya akses kesehatan.
Kelima, UU tentang Penyadapan. DPR dan Pemerintah harus membuat aturan penyadapan, melalui satu instrumen pengaturan, yang dapat menjamin perlindungan bagi hak asasi manusia disamping mengatur penggunaannya bagi penegakan hukum.
Keenam, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol. RUU Minol harus segera dipublikasikan ruang lingkup ketentuan-ketentuan larangan dalam RUU tersebut. Tujuannya agar dapat diberikan catatan dan masukan oleh masyarakat terkait ketentuan yang dapat menyebabkan overkriminalisasi.
"Salah satunya adalah mempersamakan alkohol seperti layaknya narkotika. Kebijakan larangan minuman alkohol harus dikaji dengan hati-hati terutama dari sisi penerapan dan kebutuhannya, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian di masyarakat," kata Anggara.
Baca juga: Ini Respons KPK soal Draft RUU Penyadapan yang Dibahas Baleg DPR
Ketujuh, RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). RUU PKS ini harus mendapatkan prioritas dengan memperhatikan ketentuan pidana yang dapat menjangkau kriminalisasi pelaku kekerasan seksual yang menutup celah di berbagai UU saat ini. DPR dan Pemerintah juga harus berfokus pada perlindungan dan pemenuhan hak korban.
Kedelapan, RUU tentang Perlindungan Data Pribadi. Salah satu tantangannya adalah bagaimana DPR dan Pemerintah harus menjamin kepentingan melindungi privasi warga negara dan kepentingan untuk tetap mempertahankan keterbukaan informasi dan data.
Terakhir, RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat.
Menurut ICJR, hal ini harus menjadi perhatian serius antara DPR dan Pemerintah dalam merumuskan Perubahan UU Ormas tersebut, agar dapat menjamin kebebasan berserikat dan berorganisasi yang diamanatkan oleh UUD 1945.