Bahasa juga memiliki kasta. Setidaknya inilah yang dimiliki oleh bahasa Jawa.
Kondisi ini terkadang membuat penuturnya berada pada dilema mengenai bagaimana sebaiknya ia menempatkan diri dalam masyarakat.
Liliek Pur membahas dilema ini ke dalam satu artikel pembahasan.
Bahasa Jawa pada umumnya memiliki 3 tingkatan, yaitu basa ngoko, basa madya, dan basa krama.
Setiap tingkatan memiliki aturan sendiri. Biasanya basa krama digunakan pada peristiwa agung dan sakral, madya digunakan kepada orang yang lebih tua, sedangkan ngoko dipakai saat berinteraksi dengan teman sebaya.
Tetapi Liliek Pur kerap merasa bingung ketika berhadapan dengan orang baru. Tingkat bahasa mana yang harus ia gunakan?
"Jika saya berbicara menggunakan level bahasa Jawa kasar alias ngoko, saya ragu apakah orang baru bisa menerimanya dengan lapang dada. Sebaliknya, bila saya berbahasa krama, sudah pasti jurang pemisah langsung terbentang di antara kami," ungkapnya (selengkapnya).
Indonesia memiliki banyak sekali ragam bahasa tutur. Pringadi Abdi Surya mencoba mengenalkan salah satunya, yakni sastra tutur dari Sumatera Selatan.
Sastra tutur di Sumatera Selatan, menurut Pringadi, berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Hal tersebut terjadi karena wilayah Sumatera Selatan sangat luas dan masing-masing sub-etnik memiliki karakteristik yang khas.
"Beberapa bentuk sastra lisan/sastra tutur yang dikenal di Sumatra Selatan antara lain Njang Panjang dan Bujang Jelihim di Ogan Komering Ulu (OKU), Jelihiman di Ogan Ilir (OI), Senjang di Musi Banyuasin (MUBA), Geguritan, Tadut, Betadur, dan Tangis Ayam yang berkembang di Lahat, Nyanyian Panjang dan Bujang Jemaran di Ogan Komering Ilir (OKI)," terangnya (selengkapnya).
Dwi Klarasari merasa senang ketika teman baru di kantornya yang merantau itu masih menggunakan bahasa Jawa yang menjadi bahasa sehari-hari.
Sebab, dalam hidup keseharian di Jakarta yang cenderung harus selalu berbahasa Indonesia, "… Rasanya bahagia bila sesekali bisa mengobrol dalam bahasa daerah." Begitulah kata dia.
Tidak bisa dimungkiri, berbahasa Indonesia di Ibu Kota adalah sebuah keniscayaan. Setiap harinya, Dwi Klarasari mesti berinteraksi dengan rekan kerjanya yang multietnis.
Meski demikian, kerinduan untuk menggunakan bahasa daerah selalu ia rasakan (selengkapnya).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.