Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Dana Kelurahan, Politisi Sontoloyo, dan Klarifikasi Jokowi...

Kompas.com - 25/10/2018, 10:23 WIB
Ihsanuddin,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — "Hati-hati. Banyak politikus yang baik-baik, tapi juga banyak politikus yang sontoloyo," kata Presiden Joko Widodo.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat menghadiri pembagian sertifikat tanah di Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (23/10/2018). Awalnya, Jokowi bicara terkait program dana kelurahan yang mendapat banyak kritik dari sejumlah politisi kubu oposisi.

Jokowi mengaku heran, program baru pemerintah dengan anggaran Rp 3 triliun itu justru dipermasalahkan sejumlah politisi. Padahal, ia menilai dana kelurahan ini penting untuk membangun berbagai infrastruktur dan fasilitas di tiap kelurahan.

Sebab, selama ini desa sudah mendapatkan dana desa, tetapi tidak ada dana untuk kelurahan yang ada di perkotaan. Jokowi pun menjawab keluhan para wali kota dengan meluncurkan dana kelurahan.

Baca juga: Jokowi: Hati-hati, Banyak Politikus Sontoloyo!

Kepala Negara meminta program dana kelurahan yang akan dimulai tahun depan ini tak dikaitkan dengan kontestasi Pilpres 2019.

"Kenapa setiap hal dihubungkan dengan politik. Itulah kepandaian para politikus memengaruhi masyarakat. Hati-hati, saya titip ini, hati-hati," kata Jokowi.

 Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9/2018).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9/2018).

Kasar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata sontoloyo berarti: konyol, tidak beres, bodoh (dipakai sebagai kata makian).

Sontak, pernyataan Presiden Joko Widodo itu langsung mengundang reaksi banyak pihak, termasuk dari para politisi.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai penggunaan kata "sontoloyo" itu tak pantas dilontarkan seorang Kepala Negara.

"Saya kira itu kan istilah yang agak kasar," kata Fadli.

Baca juga: Kritik Jokowi, Fadli Zon Sebut Sontoloyo Istilah yang Agak Kasar

Fadli juga menyayangkan karena sebutan sontoloyo itu diarahkan bagi para politisi yang mengkritik program dana kelurahan.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menilai, harusnya kritik terkait progam pemerintah cukup dijawab dengan penjelasan yang komprehensif oleh Presiden.

Fadli sendiri mengaku mengkritik program dana kelurahan karena melihat program tersebut dimunculkan secara terburu-buru tanpa payung hukum yang jelas. Ia mengaku setuju bahwa dana kelurahan ini diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, menurut Fadli, jika direncanakan dengan matang, harusnya pemerintah bisa membuat payung hukum terlebih dahulu. Apalagi, Presiden Jokowi mengakui bahwa usul dana kelurahan ini sudah disampaikan wali kota sejak tiga tahun lalu.

"Yang sontoloyo itu adalah orang yang tidak melaksanakan ini dengan baik. Yang tidak merencanakan dengan matang. Yang tidak memenuhi prosedur sesuai tata aturan yang ada. Itu lah yang sontoloyo," kata Fadli.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/7/2018).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/7/2018).

Antikritik

Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan meminta Presiden Joko Widodo tidak antikritik. Hinca menegaskan bahwa kritik adalah hal yang diperlukan dan lumrah dalam demokrasi.

"Yang baiklah, kita menggunakan istilah-istilah yang baik di tengah masyarakat, dan kritik-kritik yang disampaikan para politisi itu masih sesuatu yang normal. Ada suatu kebijakan Anda kritisi, itu normal saja," kata Hinca.

Hinca menilai, gaya komunikasi Presiden Joko Widodo agak berbeda dengan sebelumnya.

Baca juga: Jokowi Sebut Banyak Politisi Sontoloyo, Ini Pesan dari Sekjen Demokrat

Ia mengatakan, dinamika politik selama 5-6 bulan ke depan akan semakin dinamis dan hal itu akan membuat setiap politisi memperlihatkan karakter aslinya.

Oleh karena itu, Hinca berharap semua pihak menjaga pernyataannya dan tak menyinggung pihak lain.

"Kritik itu harus dianggap sebagai vitaminlah. Tidak perlu misalnya dianggap menjadi terus berseberangan sekali. Jadi saya kira dalam alam demokrasi yang terbuka kritik itu sangat baik," lanjut Hinca.

Calon Presiden Joko Widodo memberikan keterangan usai menghadiri agenda tertutup bersama Tim Kampanye Nasional (TKN) Indonesia Kerja, di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/10/2018).KOMPAS.com/RAMDHAN TRIYADI BEMPAH Calon Presiden Joko Widodo memberikan keterangan usai menghadiri agenda tertutup bersama Tim Kampanye Nasional (TKN) Indonesia Kerja, di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/10/2018).

Klarifikasi Jokowi

Keesokan harinya, Presiden Jokowi mengklarifikasi maksud pernyataannya soal politisi sontoloyo. Menurut Jokowi, penyebutan sontoloyo itu ditujukan bagi politisi yang menggunakan cara-cara tidak sehat, seperti politik adu domba, politik pecah belah, dan politik dan kebencian.

"Kalau masih pakai cara-cara lama seperti itu, masih memakai politik kebencian, politik SARA, politik adu domba, politik pecah belah, itu namanya politik sontoloyo," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, selama ini ia menahan diri untuk tak mengeluarkan pernyataan seperti itu. Akan tetapi, menurut dia, telah berlangsung cara-cara politik kotor hanya demi meraih kekuasaan baik di tingkat kota, kabupaten, provinsi, bahkan perebutan kursi presiden.

"Saya itu enggak pernah pakai kata-kata seperti itu. Karena saya itu sudah jengkel, keluarlah itu (sontoloyo). Saya tuh biasanya bisa ngerem. Tapi sudah jengkel, ya gimana," ujar Jokowi.

Jokowi menegaskan bahwa penyebutan politisi sontoloyo yang ia maksud bukan untuk para politisi yang mengkritik program pemerintah.

"Tidak apa-apa, kritik itu tidak apa-apa. Memberi masukan itu tidak apa-apa," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menjawab soal kritik oposisi mengenai payung hukum dana kelurahan yang belum jelas.

Baca juga: Jokowi: Karena Sudah Jengkel, Keluarlah Itu Sontoloyo...

Ia menegaskan bahwa program dana kelurahan tak memerlukan undang-undang atau peraturan khusus. Menurut dia, payung hukum yang digunakan untuk program tersebut cukup melalui Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Ya payung hukumnya kan nanti kalau sudah disetujui oleh DPR, artinya payung hukumnya ya APBN, undang-undang APBN dong," kata Jokowi kepada wartawan seusai menghadiri Trade Expo di ICE, BSD, Tangerang Selatan, Rabu (24/10/2018).

Saat ini, pemerintah sudah menganggarkan Rp 3 triliun untuk program dana kelurahan dalam Rancangan APBN 2019. Anggaran itu diambil dari pos anggaran dana desa yang berjumlah Rp 73 Triliun. Kepala Negara meminta masalah payung hukum ini tak perlu lagi diributkan.

"Diributkan hal-hal yang sebetulnya tidak perlu, apa sih, apa sih, ini komitmen pemerintah untuk rakyat. Program pro rakyat kaya gini kok malah diurus-urus," kata Jokowi.

Keterangan Jokowi soal payung hukum dana kelurahan ini berbeda dari pernyataan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo. Mardiasmo sebelumnya menyebut, diperlakukan UU atau peraturan khusus sebagai payung hukum program dana kelurahan.

Menurut Mardiasmo, payung hukum program dana kelurahan ini masih dibahas di Dirjen Perimbangan Kementerian Keuangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com