KOMPAS.com - Meterai merupakan cap tanda berupa gambar yang biasanya diletakkan pada dokumen penting. Penggunaan meterai sekaligus menjadi tanda pajak di beberapa dokumen resmi, dengan maksud memberikan nilai hukum terhadap sebuah dokumen.
Namun, baru-baru ini beredar kabar adanya meterei tempel palsu dan juga meterei tempel bekas pakai yang digunakan untuk melabeli dokumen resmi.
PT Pos Indonesia (Persero) pun meminta masyarakat untuk mewaspadai meterai palsu atau bekas pakai. Bahkan, PT Pos Indonesia membuat unggahan khusus terkait ini.
"Sebenarnya kalau meterai itu dikategorikan menjadi dua, yakni meterai palsu dan meterai tidak sah. Kalau yang di Instagram merupakan salah satu sosialisasi ," ujar Manajer Konsinyasi PT Pos Indonesia, Hidayat, saat dihubungi Kompas.com pada Senin (22/10/2018).
Hidayat mengungkapkan, di media sosial banyak beredar penjualan meterai palsu dan tidak sah. Masyarakat pun melaporkan ada yang dijual dengan harga relatif lebih murah.
PT Pos Indonesia pun kembali mengingatkan pentingnya proses identifikasi agar pembeli tidak membeli meterai palsu atau bekas pakai.
Adapun, cara mengidentifikasi keaslian meterai tempel tahun 2014 dengan metode 3D. Apa itu?
"Yang pasti yaitu ingat 3D, ciri-ciri untuk menentukan meterai itu asli atau tidaknya meterai yakni dilihat, diraba, digoyang," ujar Hidayat.
Untuk identifikasi dengan metode dilihat, pastikan meterai telihat hologram warna dasar silver, memiliki gambar garuda Pancasila, logo Kementerian Keuangan, teks "pajak", dan warna-warni hologram terlihat kasat mata.
Selanjutnya metode diraba, perlu dicek apakah ujung meterai pada tulisan "meterai tempel" terasa kasar, terdapat mikroteks DITJEN PAJAK, teks "TGL", teks angka "20", teks nominal dalam angka, dan tulisan serta motif roset blok dengan color shifting.
Lalu, untuk metode digoyang, perlu diketahui bahwa meterai asli menggunakan tinta yang bisa berubah warna apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Untuk meterai Rp 3.000 berubah warna dari hijau ke biru, untuk meterai Rp 6.000 berubah warna dari magenta ke hijau. Meterai perlu digoyang untuk mengecek itu.
Sementara, wewenang yang mengecek asli atau tidaknya meterai tempel dicek oleh pihak Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri).
Selain itu, meterai tempel memiliki dua jenis, sesuai aturan yang berlaku.
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal, disebutkan ada dua jenis tarif bea meterai yakni seharga Rp 3.000 dan Rp 6.000.
Adapun penggunaan kedua meterai ini berbeda. Untuk meterai seharga Rp 3.000 (tiga ribu rupiah) dikenakan untuk dokumen yang nilainya berada pada rentang Rp 250.000-Rp 1 juta.
Menurut Hidayat, penggunaan meterai Rp 3.000 biasanya digunakan untuk cek jual-beli yang memuat jumlah uang tersebut, kuitansi hotel, dan juga penjualan emas.
Sementara, meterai senilai Rp 6.000 (enam ribu rupiah) dikenakan untuk dokumen yang nilainya lebih dari Rp 1 juta (satu juta rupiah), seperti akta pembuatan tanah, akta notaris, dan lainnya.
PT Pos Indonesia (Persero) hanya menjual meterai asli dengan harga sesuai nominal meterai.
"Kalau meterai dijual di outlet PT Pos Indonesia, itu harganya tetap. Jadi kita tidak boleh menjual dengan harga di atas nominal, jadi sesuai dengan kopur (harga) yang ditetapkan," ucap Hidayat.
Selain itu, pihak Pos Indonesia mengimbau kepada masyarakat untuk membeli meterai asli yang tersedia di seluruh kantor Pos Indonesia.
"Untuk pembelian meterai yang asli silakan datang ke kantor Pos Indonesia saja. Jika ada yang ingin memesan dalam jumlah banyak, silakan menelepon pihak Pos Indonesia, nanti kami antarkan," ujar Hidayat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.