JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belum memenuhi hak kebebasan beragama, berkeyakinan dan beribadah.
Pemerintah dianggap masih membiarkan kebijakan yang bersifat diskriminatif bagi pemeluk agama dan keyakinan.
Anggota Biro Riset Kontras Rivanlee Anandar mengatakan, ketidakberdayaan pemerintah dalam memahami akar masalah mengakibatkan impunitas atas tindak diskriminatif terhadap kelompok minoritas.
Baca juga: Menurut Kontras, Ada 4 Alasan HAM Bukan Prioritas Pemerintahan Jokowi
Berdasarkan catatan Kontras, sejak 2014 hingga 2018, terdapat 488 peristiwa pelanggaran kebebasan beribadah dan berkeyakinan. Jumlah korban pelanggaran kebebasan beribadah mencapai 896 orang.
"Terlebih lagi dengan masih berlakunya kebijakan yang diskriminatif, negara membiarkan represivitas terus terjadi," kata Rivanlee dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Rivan menyebutkan, pelaku pelanggaran kebebasan beribadah terdiri dari individu, organisasi masyarakat, polisi, dan lembaga pemerintah.
Baca juga: Kontras: 6 Rencana Aksi HAM Gagal Dijalankan Pemerintahan Jokowi-JK
Pada 2017, pelaku dari ranah sipil jumlahnya meningkat. Hal itu diduga terjadi akibat memanasnya situasi saat Pilkada DKI Jakarta.
Selain itu, menurut Kontras, ada empat kebijakan pemerintah yang bersifat diskriminatif.
Salah satunya, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung Nomor 3 Tahun 2008 terkait jemaah Ahmadiyah.
.
.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.