JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika membantah pemerintah mempolitisasi anggaran untuk kepentingan elektoral dengan menaikkan dana desa.
Hal itu disampaikan Erani menanggapi kenaikan dana desa dari Rp 60 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp 73 triliun untuk tahun 2019.
"Dana desa dari tahun 2015 ke tahun 2016 itu naik 125 persen dari Rp 20 triliun ke Rp 46,9 triliun. Enggak ada yang ribut tuh. Tapi ini naik kira-kira 20 persen saja. Itu jauh lebih rendah dari tahun 2015 ke 2016," kata Erani dalam sebuah diskusi bertajuk Empat Tahun Kepemimpinan Jokowi di Cikini, Jakarta, Kamis (17/10/2018).
Baca juga: Gelembungkan Dana Desa, Kepala Desa di Magetan Terancam 20 Tahun Penjara
"Enggak ada yang secara politik dipakai sebagai cara pemerintah untuk mengalokasikan anggaran," lanjut dia.
Ia menambahkan, hampir setiap tahun Jokowi memang meningkatkan alokasi anggaran untuk dana desa di APBN
Hal itu, kata dia, merupakan komitmen Jokowi untuk membangun Indonesia yang berkeadilan, salah satunya dimulai dari desa dan pinggiran.
Baca juga: Di Pertemuan IMF - World Bank, Peraih Nobel Ekonomi Puji Dana Desa
Ia menambahkan sejatinya pemerintah bisa saja mempolitisasi anggaran untuk kepentingan elektoral dengan cara meningkatkan defisit APBN.
Saat ini, defisit APBN mencapai 1,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ia mengatakan pemerintah bisa saja meningkatkan defisit hingga 2,8 persen (batas maksimal 3 persen) sehingga banyak memunculkan program subsidi dalam APBN.
"Tapi kan itu enggak dilakukan oleh pemerintah," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.