JAKARTA, KOMPAS.com - Pesan moral dari pidato Presiden Joko Widodo di acara Annual Meeting IMF-World Bank 2018 tidak hanya ditujukan bagi pemimpin negara-negara di dunia, melainkan juga relevan jika direfleksikan oleh pemimpin di Indonesia, bahkan elite politiknya.
Demikian diungkapkan Presiden Jokowi saat berpidato di depan lebih dari 1.000 stakeholder Universitas Kristen Indonesia (UKI) dalam acara Sidang Terbuka Senat UKI dalam rangka Lustrum XIII UKI di Lapangan Bola UKI Jakarta Timur, Senin (15/10/2018).
"Pesan moral yang saya sampaikan (dalam pidato Annual Meeting IMF-World Bank) tak hanya relevan ditujukan bagi pemimpin di dunia saat ini. Tapi, juga tepat untuk disampaikan kepada masyarakat, kepada pemimpin kita di dalam negeri serta terutama elite-elite yang memperjuangkan kepentingannya," ujar Jokowi.
Baca juga: Ini Pesan Moral di Balik Pidato Presiden soal Game Of Thrones
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengawalinya dengan mengulang lagi isi pidatonya terdahulu, yakni mengibaratkan pertarungan negara-negara di dunia saat ini seperti serial " Game Of Thrones".
Ia menyebutkan, peristiwa ekonomi dan politik negara-negara di dunia ini diwarnai dengan pertarungan antar-kekuatan besar dari negara-negara besar.
Ibarat sebuah siklus kehidupan, ada kalanya suatu negara berjaya dan lainnya runtuh. Demikian pula sebaliknya.
Saat pertarungan berlangsung, masing-masing tidak sadar bahwa ada ancaman yang lebih besar yang bisa eksistensi keseluruhan dunia.
Misalnya, perubahan iklim global dan penurunan ekonomi global.
Baca juga: Fahri Hamzah: Presiden Bicara Thanos, Avengers, Game of Thrones, Sejarah Dilupakan
Pesan moral dari pidatonya itu, yakni konfrontasi serta perselisihan dalam bentuk apa pun akan mengakibatkan penderitaan.
Bukan hanya bagi yang kalah, tetapi juga bagi yang menang. Ketika kemenangan dirayakan dan kekalahan diratapi, kedua belah pihak sadar bahwa yang tersisa hanya kehancuran.
"Tapi sudah terlambat. Kalau sadarnya belakangan, kemenangan atau kekalahan dalam perang selalu hasilnya sama, yaitu dunia yang porak-poranda. Padahal, tidak boleh kita melakukan perusakan hanya untuk menghasilkan sebuah kemenangan. Juga tidak ada artinya kemenangan yang dirayakan di tengah kehancuran," lanjut dia.
Pesan moral itu, lanjut Jokowi, relevan direfleksikan oleh seluruh elemen Indonesia yang saat ini memasuki tahun politik.
"Memang, kontestasi diikuti kompetisi dan rivalitas. Tapi, kompetisi dan rivalitas itu seharusnya dibangun di atas pondasi yang tidak saling menjatuhkan, kontestasi itu tidak boleh menimbulkan kegaduhan dan permusuhan, kebencian, kedengkian, tidak saling mencela, tidak harus saling memfitnah," ujar Jokowi.
"Kontestasi dan rivalitas tidak boleh menimbulkan kerusakan dan yang terpenting lagi kontestasi tidak boleh mengorbankan pondasi kebangsaan kita, pondasi sosial dan politik kita berupa stabilitas, keamanan, toleransi, dan persatuan," lanjut dia.
Ia mengatakan, pesta demokrasi di Indonesia terjadi setiap lima tahun.
Oleh karena itu, Jokowi minta masyarakat menyambutnya dengan gegap gempita dan gembira, bukan sebaliknya.
"Ini yang saya sering sampaikan. Sampaikan narasi yang sejuk-sejuk, ide-ide tentang kemajuan, program-program untuk Indonesia maju," ujar Jokowi.
Jika setiap momen pesta demokrasi dirayakan dengan cara yang positif, Jokowi yakin akan memperkokoh kebinekaan dan persatuan, sebagai modal Indonesia yang maju dan sejahtera.
.
.
.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.