JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, area komplek perumahan Balaroa di Palu, Sulawesi Tengah, sudah tak layak ditinggali oleh masyarakat.
Pascagempa bermagnitudo 7,4, tanah di daerah tersebut kehilangan kekuatannya sehingga menyebabkan bangunan di atas tanah tidak dapat ditahan oleh lapisan tanah (likuefaksi).
"Mau diambil pun (korban yang tertimbun) berbahaya karena tanahnya labil sekali. Hanya bisa dengan alat berat, tapi kalau alat beratnya tenggelam juga bisa korban lebih banyak lagi," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Selasa (9/10/2018).
"Alat berat PMI juga tenggelam di situ. Ketika diangkat keluar, rusak karena batu-baru masuk ke dalam tanah juga," sambung dia.
Baca juga: Wapres: Pencarian Korban Bencana Sulteng Dihentikan 11 Oktober 2018
Akibat kondisi tanah yang labil, Kalla menyebut, area Balaroa sebagai zona merah atau zona berbahaya untuk ditinggali.
Oleh karena itu, ia mengatakan, tak bisa lagi masyarakat tinggal di area tersebut.
Relokasi warga yang selamat dari bencana alam itu menjadi opsi terakhir yang dinilai perlu diambil. Namun, pemerintah belum menentukan lokasi realokasi warga Belaroa.
"Harus relokasi, harus relokasi. Sedang disiapkan gubernur tempatnya," kata Wapres.
Baca juga: BNPB: Diperkirakan, 5.000 Orang Masih Tertimbun di Balaroa dan Petobo
Pencarian korban di Balaroa direncanakan akan dihentikan pada 11 Oktober 2018, bersamaan dengan menghentikan evakuasi korban bencana di Sulteng.
Akibat likuefaksi, banyak rumah di Balaroa tertimbun tanah. Diperkirakan banyak warga juga yang ikut tertimbun. Evakuasi sulit dilakukan karena kondisi tanah sangat labil.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.