Sikap nonpolitik memang tetap ada, dalam arti tidak memihak kepada partai politik tertentu, sementara dalam era tahun 50-an, umumnya koran merupakan organ parpol atau berorientasi pada parpol. Yang dipilih Surabaya Post menurut saya keniscayaan media, yakni independensi kecuali dependen pada nilai-nilai kebenaran yang diperjuangkan.
Abdul Azis dan Toety Azis sejak muda menggeluti dunia jurnalistik. Pada zaman Jepang, Azis bekerja pada harian Soeara Asia dan Toety pada kantor berita Domei bagian Indonesia, yang setelah 17 Agustus 1945 menjadi Lembaga Kantor Berita Antara. Mereka pasangan yang populer. Azis yang bernama lengkap Abdul Azis Soekaboel dikenal sebagai pria supel dengan keterampilan jurnalistik prima dan memiliki rasa sosial yang besar.
Toety yang bernama lengkap Toety Amisoetin Agoesdinah Soekaboel, dikenal sebagai wartawan berhati baja. Sepeninggal suaminya, setelah sebelumnya menjabat Pemimpin Perusahaan, Toety pun sebagai Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Soerabaya Post sampai meninggalnya, 6 April 1999. Sikap dan pandangannya tentang jurnalisme tegas: yang bisa membuat wartawan itu abadi adalah profesionalisme dan etosnya untuk memenuhi panggilan tersebut. Kalimat yang selalu dia katakan di berbagai kesempatan, journalistiek vermoordt je; maar ze vermoordt je goddelijk (jurnalistik akan membunuh kamu; tetapi ia akan membunuhmu dengan keanggunan ilahi).
Rekan Hussin Djafar Assegaff, pernah bersinggungan kerja dengan Surabaya Post dalam kapasitasnya sebagai penulis tajuk rencana tamu, selain di antaranya Wiratmo Sukito, Rosihan Anwar dan Iwan Jaya Azis. Wilayah persoalan menyangkut masalah nasional dengan tema yang seragam. Kompilasi 318 tajuk ini, seluruhnya dimuat, berjudul Zaman Keemasan Pemerintahan Soeharto. Judul itu mungkin masih bisa diperdebatkan, tidak saja karena tidak diperoleh argumentasi lewat tajuk-tajuknya melainkan dirasakan demikian ketika dalam tahun 2012 ini orang mulai menengok kejayaan masa lalu di era Soeharto.
Jakarta, November 2012
Jakob Oetama, Pemimpin Umum Harian Kompas