Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Identitas Diyakini Tak Berkembang di Pileg 2019

Kompas.com - 27/09/2018, 20:18 WIB
Yoga Sukmana,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes meyakini, politik identitas tak bakal berkembang pada pemilu legislatif (Pileg) 2019.

Menurut dia ada sejumlah faktor yang membuat isu sensitif tersebut tak akan berkembang di Pileg 2019 mendatang.

"Pertama karena calegnya beragam," ujar Arya dalam acara diskusi di Kantor CSIS, Jakarta, Kamis (27/9/2018).

Para caleg di suatu daerah, kata dia, memiliki latar belakang identitas yang berbeda mulai dari suku atau agamanya.

Baca juga: Di Sidang Tahunan, Ketua DPR Ajak Rakyat Tinggalkan Politik Identitas

Hal itu tutur dia, akan membuat para celag lebih berhati-hati dan berpikir ulang untuk menggunakan isu politik identitas.

Kedua, faktor yang membuat politik identitas diyakini tak akan banyak digunakan yakni karena adanya kontestasi yang ketat, tak hanya dengan caleg dari partai lain, namun juga dengan caleg satu partai.

Hal ini, lanjut Arya, akan membuat para caleg lebih memikirkan cara-cara strategis untuk mendapatkan simpati pemilih ketimbang melempar isu sensitif yang bisa merugikan diri sendiri.

Ketiga, fragmentasi politik yang sangat tinggi di tingkat lokal. Karena keberagaman politik lokal akan membuat para caleg lebih hati-hati melempar isu di kampanye.

Keempat, migrasi suara. Meski ada migrasi suara pemilih dari pemilu sebelumnya, namun preferensi pemilih diyakini akan tetap sama.

Misalnya, bila seorang pemilih parpol berlatar belakang nasionalis berpindah pilihan, yang dipilih juga tetap parpol dengan ideologi yang sama. Begitupun dengan pemilih parpol berbasis agama.

"Misalnya caleg di satu daerah ternyata daerah itu basis parpol nasionalis. Maka ia akan hati-hati gunakan isu politik identitas," kata Arya.

Baca juga: Wapres Kalla: Politik Identitas di Indonesia Tidak Parah

Bawaslu merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019. Salah satu yang dipotret dalam IKP adalah kerawanan ujaran kebencian dan SARA di seluruh Indonesia.

"Iya SARA dan ujaran kebencian selalu menjadi kerawanan laten muncul dalam pemilu," ujar Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin saat memaparkan IKP 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (25/9/2018).

Berdasarkan IKP 2019, sebanyak 90 daerah atau 17,5 persen dari kabupaten atau kota seluruh Indonesia masuk dalam kategori rawan tinggi isu ujaran kebencian dan SARA di pemilu 2019.

Sementara itu, sisanya 424 daerah atau 82,5 persen kabupaten kota masuk kategori rawan sedang.

Kompas TV Janji ini untuk mengatasi maraknya isu sara ujaran kebencian dan berita berita bohong saat Pemilu 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com