KOMPAS.com - Hari ini 21 tahun yang lalu, tepatnya pada 26 September 1997, pesawat Airbus A300-B4 milik Garuda Indonesia penerbangan 152 jatuh di Buah Nabar, Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Pesawat yang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dengan tujuan Bandara Polonia Medan gagal mendarat dengan maksimal. Airbus itu menabrak gunung dan terjatuh.
Tragedi tersebut tercatat sebagai kecelakaan pesawat terburuk dalam sejarah penerbangan Indonesia yang menyebabkan seluruh penumpang dan awak pesawat meninggal.
Pesawat Garuda Indonesia A300-B4 dengan rute penerbangan Jakarta-Medan membawa sekitar 222 penumpang dan 12 kru pesawat. Rute ini merupakan rute domestik yang ketika itu banyak melayani penumpang.
Captain Hance Rachmo Wiyogo bertugas sebagai pilot, dengan kopilot Sutomo. Akhirnya, mereka meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta pukul 11.30 WIB.
Dilansir dari Harian Kompas edisi 9 Oktober 1997, pesawat A300-B4 yang diterima Garuda 17 November 1982 dengan nomor registrasi PK-dari GAI tersebut dijadwalkan tiba di Bandara Polonia pukul 13.58 WIB.
Sekitar pukul 1 siang, pengendali lalu lintas udara Polonia Medan mendapati sinyal dari Garuda Indonesia yang mendekati Bandara.
Bandara Medan dibagi dalam tiga sektor (bandara lain biasanya empat sektor). Sektor utara ketinggian pesawat minimal 1.500 kaki, sektor tenggara (selatan ke timur) 7.500 kaki, dan sektor barat daya (selatan ke barat) 9.500 kaki.
Radius sektor ini 25 mil, dan di dalam sektor itu Garuda Indonesia turun ke ketinggian 3.000 kaki, bahkan disuruh turun lagi ke 2.000 kaki oleh menara. Ini dilakukan untuk persiapan masuk ke bandara lewat Medan VOR (VHF omni range).
VOR ini, lewat pancaran frekuensi radio tertentu yang ditangkap oleh instrumen pesawat, menunjukkan di mana arah bandara yang dituju.
Radio altimeter yang baru berfungsi otomatis pada ketinggian 2.500 kaki ke bawah ini memancarkan gelombang sonar ke permukaan bumi, dipantulkan, dan ditangkap lagi oleh pesawat.
Pancaran itu menyebutkan berapa tinggi pesawat dari permukaan bumi, sehingga seharusnya jika semua radio altimeter berfungsi baik (ada dua buah), pilot pasti tahu berapa ketinggian pesawatnya dari muka tanah.
Namun, ketika itu terjadi miskomunikasi antara menara pengendali lalu lintas dengan pilot pesawat tersebut. Akibatnya, beberapa menit kemudian pesawat itu menabrak gunung dan terbakar dan jatuh.
Pesawat Garuda Airbus A-300 B-4 bernomor sayap PK GAI jatuh di Desa Buah Nabar, Kecamatan Sibolangit, Deli serdang. Tak seorang pun bisa diselamatkan dalam tragedi ini. Sekitar 222 penumpang dan 12 kru pesawat meninggal.
Karena menewaskan seluruh penumpang dan kru pesawat, kejadian ini tercatat sebagai kecelakaan pesawat terburuk dalam penerbangan di Indonesia. Selain itu, jumlah korban tak hanya dari penduduk Indonesia saja.
Penumpang dari luar terdiri dua warga negara Inggris, satu warga negara Perancis, enam warga negara Malaysia, empat warga negara Jerman, dua warga negara Amerika Serikat, dan dua warga negara Kanada.
Salah satu presiden Direktur pulp dan rayon perusahaan PT Inti Indorayon Utama Polar, Yanto Tanoto juga meninggal dalam tragedi tersebut.
Paca peristiwa tersebut, Garuda Indonesia mendapat gugatan dari beberapa keluarga korban. Gugatan tertuju pada penggunaan alat dalam penerbangan Indonesia kurang baik dan menyebabkan kecelakaan yang tragis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.