Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah PNS, dari Pekerjaan Bumiputra di Era Kolonial hingga Politisasi Korpri

Kompas.com - 20/09/2018, 14:42 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mendapat tunjangan pensiun, tunjangan kinerja, serta fasilitas kesehatan yang diberikan negara menjadikan banyak orang bersemangat menjadi pegawai negara sipil (PNS). Namun, menjadi PNS tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Setelah melalui berbagai seleksi yang ketat dari pemerintah, seorang PNS diharapkan menjadi seorang abdi negara yang mempunyai integritas, cerdas serta berkomitmen pada penugasannya.

Pekerjaan abdi pemerintah sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Mereka adalah kalangan bumiputra yang dipekerjakan oleh Belanda untuk membantu segala aktivitas pemerintahan kolonial. Pekerjaan itu baik administrasi, ataupun pekerjaan kelas bawah.

Intinya, mereka yang dipekerjakan oleh kolonial berstatus sebagai pegawai kelas bawah yang sebelumnya harus mendapat kepercayaan dari pihak kolonial.

Ketika pendudukan Jepang, pegawai yang sebelumnya dipekerjakan oleh Belanda otomatis langsung terintergrasi di bawah pendudukan Jepang.

Hal ini senada ketika Indonesia merdeka, pegawai yang berada di bawah pemerintahan Jepang langsung berada di bawah Pemerintah Republik Indonesia. Mereka ini yang nantinya akan terhimpun dalam satu wadah khusus.

Korpri sebagai wadah

Ketika rezim Orde Baru mulai berkuasa, Soeharto mulai menata pemerintahan yang ada. Tak luput dari pantauannya adalah mengenai pembentukan sebuah wadah untuk menghimpun pegawai Republik Indonesia.

Pada 29 November 1971, terbentuklah wadah untuk itu dengan nama Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri). Wadah ini menghimpun pegawai negeri, pegawai BUMN, pegawai BUMD, serta perusahaan dan pemerintah Desa.

Walaupun pada dasarnya untuk menghimpun pegawai dari berbagai instansi, Korpri sering dikaitkan dengan PNS. Kedudukan dan kegiatan Korpri tak terlepas dari kedinasan.

Harian Kompas edisi 2 Desember 1971 menjelaskan, pembentukan Korpri bertujuan untuk menghimpun berbagai pegawai dari beberapa instansi dalam satu wadah yang nantinya ikut memantapkan stabilitas politik dan sosial.

Selain itu, Korpri dibentuk untuk meningkatkan daya guna dalam bidang pembangunan dan pelajaran masyarakat.

Baca juga: Jokowi: Korpri Harus Jadi Pilar Utama Pemersatu Bangsa

Korpri juga menyelenggarakan usaha-usaha untuk meningkatkan dan memelihara kesejahteraannya melalui kegiatan tertentu. Melalui Keputusan Presiden Nomor 82/1971, Korpri dibentuk dengan arahan langsung dari Presiden Soeharto.

Tak semua rencana awal dari pembentukan ini murni untuk menghimpun pegawai, karena Korpri kemudian dinilai menjadi alat politik Orde Baru dan Golongan Karya sebagai partainya.

Semua itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Partai Politik atau Golongan Karya, makin memperkokoh fungsi Korpri dalam memperkuat barisan partai.

Alhasil, Korpri yang berisikan PNS bisa memperkokoh rezim itu selama puluhan tahun.

Namun sejak era reformasi, cara pandang pegawni negeri terhadap pemerintah diubah. Mereka yang sebelumnya dikenal sebagai alat kekuasaan pemerintah harus bisa menjadi seorang abdi negara yang netral dan tak ditunggai partai.

Dalam rangka menjamin kenetralan itu, seorang pegawai negeri tak diperbolehkan untuk terjun menjadi anggota partai politik. Mereka harus menanggalkan status pegawai negeri ketika terjun dalam politik/partai.

Baca juga: Upacara HUT Korpri Dipimpin Jokowi, PNS Nongkrong di Lenggang Jakarta

Kepastian karier

Harapan terbesar dari pegawai negeri pada waktu itu adalah agar jenjang kariernya semakin membaik ketika terbentuknya Korpri.

Harian Kompas edisi 6 Desember 1971 menulis, terbentuknya Korpri adalah untuk menjamin direalisasikannya kepastian karier dari pegawai negeri.

Dalam bidang pendidikan, Korpri bisa menekankan intensitas dan gotong royong antara pemerintah dengan pegawainya.

Selain itu, terbentuknya Korpri bisa menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi dari pegawai negeri kepada pemerintah berkaitan dengan suatu hal.

Struktur awal Korpri

Ketika terbentuk, Korpri terbagi dalam beberapa tingkatan. Masing-masing terbagi dalam tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Soeharto memimpin sendiri Korpri pada tingkat pusat yang terdiri dari beberapa menteri.

Sedangkan struktur di tingkat provinsi, gubernur sebagai ketua dengan dibantu pimpinan dari instansi-instansi terkait tingkat provinsi.

Untuk tiap daerah, biasanya dipimpin oleh bupati/wali kota yang telah terorganisasi dengan ikatan dinas lainnya untuk mengawal Korpri ini.

Pada saat ini, kegiatan Korpri biasanya untuk menyejahterakan anggotanya termasuk mendirikan badan/lembaga profit maupun non profit.

Sumpah Panca Prasetya Korpri sering juga disebut sebagai sumpah/janji pegawai negeri sipil agar bisa mencetak sosok pegawai negeri yang profesional, jujur, bersih, berjiwa sosial dan sebagainya.

Kompas TV Demi melengkapi berkas pendaftaran masyarakat pun rela antre di Markas Kepolisian untuk mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com