JAKARTA, KOMPAS.com - Putri pertama almarhum Abdurrahman Wahid, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengkritik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dinilainya membawa organisasi Nahdlatul Ulama (NU) ke ranah politik praktis.
Hal itu disampaikan Alissa dalam wawancara khusus di program Satu Meja yang tayang di Kompas TV, Rabu (19/9/2018) malam.
"Kalau menurut saya, iya (PKB membawa NU ke politik praktis). Ya kita tahulah PKB saat ini sedang gencar untuk merasa seperti merepresentasikan NU," ujar Alissa.
Baca juga: Alissa Wahid: PKB Jadikan Gus Dur sebagai Komoditas Politik
Padahal, menurut Alissa, publik harus melihat bahwa NU sebenarnya terdiri dari kelompok struktural dan kelompok kultural. Jumlahnya, tentu lebih besar NU kelompok kultural dibandingkan struktural.
Berdasarkan hasil Pemilihan Legislatif 2014 silam, lanjut Alissa, perolehan suara PKB jelas tak mampu menunjukkan bahwa ia merupakan representasi NU secara organisasi.
"Faktanya, kalau berdasarkan riset, NU itu sekitar 60 jutaan di seluruh Indonesia. Sementara angka perolehan PKB kelihatan, di kisaran 9 juta (data KPU pada Pileg 2014: 11.298.957 atau 9,04 persen)," papar Alissa.
"Tidak semua calon pemimpin daerah yang didukung PKB kemudian juga menang, walaupun daerah itu kantong NU. Jadi artinya, kita sendiri melihat bahwa NU tidak sama dengan PKB yang sekarang, PKB yang tahun 2018 ini," lanjut dia.
Alissa berharap struktur Pengurus Besar NU menyadari hal ini dan melakukan pembenahan internal.
Baca juga: PKB: Koalisi Prabowo-Sandiaga Jangan Panik Lihat Iklan Capaian Pemerintah Jokowi
Ia berharap NU kembali ke asalnya sebagai organisasi masyarakat Islam yang fokus pada isu peningkatan spiritualitas, sosial dan kesejahteraan masyarakat.
"NU diperjuangkan Gus Dur tahun 1994. Gus Dur dengan kiai-kiai saat itu bersusah payah untuk mendekonstruksi fase perjalanan NU yang dekat, dari bagian gerakan politik praktis, untuk kembali ke khittahnya sebagai organisasi sosial kemasyarakatan," ujar Alissa.
"Kalau sekarang diseret- seret lagi untuk kepentingan elektoral, ini warisan Gus Dur, warisan para kiai yang dipertaruhkan. Apa harga yang dibayar oleh NU?" lanjut dia.