Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKB: Lebih Baik Cari Caleg yang Bersih daripada Mantan Napi Korupsi

Kompas.com - 17/09/2018, 18:21 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhamad Lukman Edy mengatakan partainya telah memprediksi bahwa Mahkamah Agung (MA) akan membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 pasal 4 ayat 3 melalui uji materi.

Sebab, PKB menilai aspek hukum dalam pasal yang memuat larangan mantan napi korupsi maju sebagai calon legislatif (caleg) itu terbilang lemah.

"Dari awal kami memperkirakan MA akan mengeluarkan keputusan seperti itu. Karena memang aspek hukumnya lemah," kata Lukman usai diskusi politik di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).

Baca juga: Jika Tak Ada Namanya di Daftar Caleg, Taufik Akan Laporkan KPU DKI ke Polda

Selain itu, kata Lukman, secara substansi orang yang telah menjalani hukumannya bisa dinyatakan sudah bersih. Tidak boleh lagi mereka dikenai sanksi akibat perbuatannya.

"Baik itu sanksi hukum karena sudah selesai, bahkan sanksi politik, kecuali bagi mereka yang ditarik hak politiknya," ujar Lukman.

Namun demikian, PKB menyadari adanya aspek etis yang perlu dipertimbangkan dalam hal pencalonan mantan napi korupsi sebagai caleg. Lukman juga mengatakan partainya adalah milik publik, sehingga harus memenuhi harapan mereka.

Untuk itu, PKB menarik seluruh calegnya yang tersangkut masalah mantan napi korupsi. Partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu lantas mengganti caleg eks koruptor dengan caleg lainnya yang tidak punya rekam jejak kasus korupsi.

Baca juga: PKS Setuju Caleg Eks Koruptor Ditandai di Surat Suara

"Semua caleg yang bermasalah di PKB yang tersangkut masalah mantan napi koruptor itu dicoret. Kami ganti dengan caleg yang lebih bagus, yang tidak ada catatan-catatan mantan napi koruptor itu," tutur Lukman.

Tercatat, ada enam orang caleg eks koruptor yang ditarik oleh PKB dan diganti dengan caleg lainnya.

Lukman menyebut, partainya lebih baik mencari caleg-caleg yang lebih bersih daripada memasukkan caleg mantan napi korupsi.

"Kami lebih baik mencari caleg-caleg lain yang jauh lebih banyak, lebih bersih, daripada memaksakan diri untuk memasukan caleg-caleg mantannapi korupsi," tandasnya.

Baca juga: Soal Caleg Eks Koruptor, MA Sebut Publik Mesti Kritisi UU Pemilu

Mahkamah Agung (MA) telah memutus uji materi Pasal 4 ayat 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Kamis (13/9/2018) lalu.

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bertentangan dengan UU Pemilu.

Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.

Namun demikian, hingga saat ini KPU belum menerima salinan putusan MA. Oleh karenanya, mereka masih berpegang pada PKPU.

Kompas TV Sejumlah partai tetap mencoret pencalegan mantan napi korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com