JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bakal menggelar rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait membahas dugaan kekerasan di SMK semi-militer di Batam, Kepulauan Riau, Senin (17/9/2018).
Rapat yang bakal dihadiri pejabat kementerian dan lembaga itu digelar di Kantor Gubernur Kepulauan Riau, Tanjungpinang.
KPAI telah menyurati Komisi Kepolisian Nasional (Komisi Kepolisian Nasional) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk hadir dalam rapat.
Baca juga: 6 Fakta Sekolah yang Memiliki Sel Tahanan di Batam
"KPAI juga mengundang langsung Kompolnas dan Kemendikbud RI untuk turut hadir dalam rapat koordinasi membahas dugaan kekerasan dan adanya ruangan seperti sel tahanan di salah satu SMK swasta di Batam," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui siaran pers, Jumat (14/9/2018).
Pelaku berinisial ED, yang diduga melakukan kekerasan di sekolah tersebut merupakan anggota kepolisian. Oleh sebab itu, dibutuhkan kehadiran Kompolnas untuk menindaklanjuti oknum pelaku.
Retno mengatakan, Kompolnas sudah memberi sinyal positif akan hadir dalam rapat tersebut. Ia pun berharap Kemendikbud juga dapat mengirim utusan.
Selain rapat, KPAI beserta Kompolnas juga akan terjun langsung meninjau sekolah tersebut. Besar harapan Retno, utusan Kemendikbud dapat mengikuti pengawasan itu.
"KPAI berharap pihak Kemdikbud juga ikut pengawasan ke Batam mengingat persoalan utama dalam kasus ini adalah semangat untuk melakukan pembenahan sistem pendidikan yang lebih ramah anak di Batam,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, ED, yang juga merupakan pemilik modal sekolah, menjalankan sekolahnya dengan sistem semi-militer.
Ia menggunakan sel tahanan tersebut untuk menghukum para murid.
Seorang siswa berinisial RS (17) menjadi korban. RS menerima perlakuan kasar berupa penjemputan paksa, diborgol, dan dipukul oleh pelaku.
Baca juga: Polisi yang Diduga Lakukan Kekerasan di SMK Semimiliter di Batam Bisa Dijatuhkan Tiga Sanksi
Setelah itu, RS dijebloskan ke "penjara" di sekolah dan kembali menerima tindak kekerasan dengan berjalan jongkok di pekarangan sekolah yang beraspal sambil diborgol.
Semua kejadian tersebut disaksikan oleh teman-temannya dan didokumentasikan.
Pelaku kemudian menyebarkan hasil dokumentasi tersebut melalui media sosial dan aplikasi pesan instan hingga ke sanak saudara RS.
Perundungan tersebut membuat RS mengalami trauma berat sehingga membutuhkan penanganan medis dan psikis.