JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akhirnya memecat 2.357 pegawai negeri sipil yang berstatus koruptor, Kamis (13/9/2018).
Sebelumnya, para PNS tersebut masih menerima gaji dari negara, padahal kasus hukum yang menjeratnya sudah berkekuatan hukum tetap.
Awalnya, data soal PNS koruptor ini diungkap oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Pemecatan dilakukan agar tidak merugikan negara dan menciptakan pemerintahan yang efektif, efisien, serta bersih dari tindak korupsi.
Setelah sekitar satu minggu, pemerintah akhirnya melakukan pemecatan dengan tidak hormat.
Berikut fakta-fakta terkait 2.357 PNS koruptor yang dirangkum Kompas.com:
Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan, penemuan mereka berawal pada upaya BKN melaksanakan pendataan ulang pegawai negeri sipil (PUPNS) tahun 2015.
Pendataan ulang bertujuan untuk mendapatkan data akurat, terintegrasi untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kepegawaian.
Baca juga: Data BKN, Ada 2.357 Koruptor yang Masih Berstatus PNS
Dari penelusuran di PUPNS, ada sekitar 97.000 PNS yang tidak mengisi PUPNS tersebut.
Setelah dilakukan penelusuran, mereka yang tidak mengisi PUPNS disebabkan berbagai hal, salah satunya terkait tindak pidana korupsi.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo berpendapat, fakta bahwa ada 2.357 koruptor masih berstatus pegawai negeri sipil (PNS) adalah kesalahan dari kejaksaan.
"Setelah dinyatakan berkekuatan hukum tetap, mestinya jaksa eksekutor memberikan informasi itu kepada instansi (asal terdakwa). Karena eksekutornya, jaksanya kan pastinya sudah tahu bahwa perkaranya sudah inkrah," ujar Agus saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Pemberitahuan jaksa tersebut sebagai salah satu bentuk mekanisme hukum agar instansi tempat terdakwa bekerja dapat langsung memproses statusnya.
Baca juga: 2.357 Koruptor Masih Berstatus PNS, KPK Salahkan Jaksa Eksekutor
Namun, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berpendapat lain. Ia menilai, hal itu lantaran adanya surat edaran Kemendagri pada 29 Oktober 2012.
Menurut Tjahjo, surat tersebut seolah membolehkan para PNS terlibat korupsi tetap menduduki jabatan struktural.
Tjahjo menyatakan, surat edaran tersebut telah dicabut dan sudah dikeluarkan Surat Edaran baru Nomor 180/6867/SJ tentang Penegakan Hukum terhadap Aparatur Sipil yang melakukan tindak pidana korupsi.
Berdasarkan data BKN, Kementerian Perhubungan tercatat sebagai instansi yang memiliki koruptor berstatus PNS terbanyak.
Jumlah PNS yang terjerat kasus korupsi di Kemenhub tercatat sebanyak 16 orang.
Di posisi kedua, terdapat Kementerian Agama dengan 14 orang. Selanjutnya, diikuti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, juga Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang jumlahnya 9 orang.
Baca juga: 2.357 Koruptor Berstatus PNS, Ini Detail Berdasarkan Instansi dan Daerah
Sementara di tingkat daerah, Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat teratas jumlah PNS yang terjerat korupsi, yaitu sebanyak 298 orang.
Posisi kedua diisi oleh Provinsi Jawa Barat dengan jumlah PNS koruptor sebanyak 193 orang. Disusul dengan Provinsi Riau di peringkat ketiga dengan total 190 orang.
Mendagri Tjahjo Kumolo bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana meneken surat keputusan bersama terkait pemecatan 2.357 pegawai negeri sipil (PNS) yang berstatus koruptor.
SKB tersebut secara umum mengatur pemberhentian tidak hormat para PNS yang terlibat korupsi.
Baca juga: Mendagri, Menpan RB, dan Kepala BKN Teken SKB Pemecatan 2.357 PNS Koruptor
“Pelaksanaan keputusan bersama ini diselesaikan paling lama bulan Desember 2018," ucap Tjahjo di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (13/9/2018).
Penandatanganan SKB itu merupakan tindak lanjut dari pembahasan yang dilakukan antara Mendagri, Menpan RB, dan Kepala BKN di Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (4/9/2018).
Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan, saat ini, jumlah PNS koruptor yang telah divonis inkrah masih terus diverifikasi dan divalidasi.
"Ini sementara sudah berkurang, ada beberapa kabupaten atau kota yang secara proaktif langsung melakukan pemberhentian, sudah ada yang masuk (datanya) tapi belum kami hitung,” kata Bima di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (13/9/2018).
“Tapi ada juga yang bertambah kalau misalnya ada tambahan-tambahan dari Kumham (Kementerian Hukum dan HAM), karena sampai saat ini masih banyak putusan yang belum inkrah, masih banding," sambung Bima.
Sebagai informasi, pemberian sanksi kepada PNS yang telah divonis bersalah dan telah inkracht tersebut harus diberhentikan dengan tidak hormat.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara jo Pasal 251 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS.