JAKARTA, KOMPAS.com — Video iklan yang menampilkan keberhasilan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam membangun 65 bendungan dalam waktu dua musim menuai polemik.
Iklan yang tayang di layar bioskop sebelum dimulainya film itu dianggap sebagian kalangan sebagai kampanye.
Baca juga: Netizen Protes Iklan Pemerintahan Jokowi di Bioskop, Ini Tanggapan Istana
Para netizen pun tak sedikit yang memprotes. Bioskop sebagai ruang publik berbayar dianggap tak seharusnya memasukkan iklan yang dinilai mereka sebagai kampanye.
Benarkah iklan seperti ini bisa dikategorikan sebagai kampanye bagi Jokowi yang akan kembali maju dalam Pemilihan Presiden 2019?
"Saya setuju kalau iklan semacam itu dicopot saja," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Alasannya, menurut dia, iklan itu tidak hanya menyampaikan pencapaian pemerintah, tetapi lebih menonjolkan sosok Jokowi.
Baca juga: PDI-P: Iklan Pemerintahan Jokowi di Bioskop Tak Perlu Ditanggapi Sinis
Hal itu dianggap akan menimbulkan tafsir yang berbeda bagi siapa pun yang menyaksikannya.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, saat Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai presiden, pemerintahannya tak pernah memasang iklan di bioskop seperti pemerintahan Jokowi-JK.
Sebab, pemerintahan SBY menghindari hal-hal yang berpotensi melanggar peraturan kampanye.
"Kayaknya sih enggak ada. Dulu ya kami tidak (begitu) pemerintahan SBY melakukan hal-hal yang berpotensi melanggar aturan kampanye pemilu," ujar Syarif di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Oleh karena itu, jika ada yang membandingkan pemerintahan Jokowi dan SBY dalam hal beriklan, Syarif menyebut pendapat itu sebagai sesuatu hal yang tidak mendasar.
Baca juga: Kemenkominfo Sebut Iklan Pemerintah di Bioskop Bukan Hal Baru
Syarif juga berpendapat, seharusnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) turun tangan untuk ikut menentukan apakah iklan pembangunan bendungan di bioskop tersebut termasuk melanggar aturan pemilu atau tidak.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP PKB Abdul Kadir Karding menilai, tidak ada yang salah dengan iklan yang menampilkan pencapaian kerja pemerintahan Jokowi-JK tersebut.
"Jadi tidak perlu dipermasalahkan. Karena, kalau tidak ada sosialisasi dan informasi soal kinerja pemerintah, nanti rakyat akan bertanya, pemerinta kerja apa?" kata dia, sebagaimana dikutip Antara.
Karding justru heran, mengapa partai politik pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terlihat panik melihat iklan tersebut.
Pihak Istana angkat bicara menanggapi polemik soal iklan ini.
Staf Khusus Presiden Adita Irawati mengatakan, iklan tersebut bukan diproduksi oleh pihak Istana, melainkan kementerian.
"Itu iklan produksi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Bukan dari Istana," ujar Adita saat dihubungi Kompas.com, Kamis pagi.
Kemenkominfo, lanjut Adita, memang memiliki fungsi untuk menyampaikan program-program pemerintah, baik yang akan dilaksanakan maupun yang sudah dilaksanakan.
Iklan di bioskop tentang pembangunan bendungan serta irigasi yang dipersoalkan sejumlah orang itu adalah bagian dari upaya Kemenkominfo menyampaikan program pemerintah yang sukses dilaksanakan.
"Jadi, dari kacamata Istana, itu adalah komunikasi pembangunan yang memang perlu dilakukan pemerintah agar masyarakat mengetahui hasil-hasil pembangunan dan dapat memanfaatkannya untuk kehidupan sehari-hari," ujar Adita.
Oleh karena itu, ia membantah apabila iklan itu dianggap sebagai kampanye Jokowi secara personal.
"Jelas bukan kampanye," ujar dia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membantah iklan itu merupakan bentuk dari kampanye sosok Jokowi.
"Yang kami sampaikan tersebut bukan bagian dari kampanye. Kementerian Kominfo tidak sama sekali melakukan kampanye terkait dengan pencapresan Pak Jokowi pada periode mendatang," ujar Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu melalui akun resmi Facebook, Rabu (12/9/2018).
Iklan yang diproduksi kementeriannya itu merupakan peran dan tugas yang memang sudah diamanahkan kepada Kemenkominfo sebagai humas pemerintah atau government public relations.
Baca juga: Demokrat: Dulu SBY Tak Pasang Iklan Capaian Pemerintah
Pemilihan bioskop sebagai media iklan pun didasari atas beberapa alasan.
Pertama, bioskop memberikan ruang untuk beriklan.
Kedua, bioskop dinilai lebih efektif dalam menyampaikan pesan kepada khalayak. Sebab, jumlah penonton bioskop di Indonesia terbilang tinggi dan meningkat dari waktu ke waktu.
"Kami berkeyakinan, dengan memasang iklan di bioskop itu jauh lebih efektif, untuk semakin banyak masyarakat menerima informasi terkait dengan pencapaian yang dilakukan pemerintah saat ini," ujar Ferdnandus.
Menanggapi polemik ini, Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menegaskan, iklan itu bukan bentuk curi start kampanye.
Baca juga: Soal Iklan Pemerintah di Bioskop, Bawaslu Minta Jangan Semua Aktivitas Dianggap Kampanye
Alasan pertama, saat ini belum ada calon presiden dan wakil presiden yang ditetapkan sebagai peserta Pemilu.
Penetapan peserta pemilu presiden akan dilakukan pada 20 September 2018.
Alasan kedua, jika dilihat dari kontennya, iklan layanan masyarakat itu berkaitan dengan program kerja pemerintah.
Menurut dia, tidak didapati unsur kepesertaan pemilu, misalnya ada visi, misi, program kerja atau citra diri yang meliputi nomor urut pasangan calon atau logo partai politik pendukung.
Ratna meminta masyarakat untuk tak selalu memaknai sesuatu hal yang berhubungan dengan publikasi pencapaian pemerintah dengan kampanye.
"Segala aktivitas itu jangan selalu dimaknai bagian dari curi start kampanye. Jadi ada sikap-sikap bijak untuk kemudian bisa memulai peristiwa dengan bijaksana, tidak menimbulkan kegaduhan untuk menghadapi Pemilu 2019," ujar Ratna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.