Tak hanya itu, nama Novanto juga muncul dalam perkara dugaan korupsi pembangunan PLTU Riau-1.
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar, mengakui, uang yang ia terima terkait proyek pembangunan PLTU di Riau, ada kaitannya dengan Ketua Umum Partai Golkar.
Namun, Eni tidak menyebut nama ketua umum yang memerintahkannya menerima uang.
Menurut Eni, segala seuatu terkait dengan proyek dan uang yang ia terima telah diceritakan kepada penyidik.
Baca juga: Pengacara Eni Sebut Kliennya Diminta Menyembunyikan Peran Setya Novanto
Salah satunya, penerimaan uang Rp2 miliar yang diduga untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Dalam kasus ini, penyidik KPK telah memeriksa Setya Novanto sebagai saksi.
Bahkan, sempat terjadi polemik setelah Novanto memberikan keterangan dalam proses penyidikan.
Eni Maulani mengaku ditemui Setya Novanto di Rumah Tahanan KPK.
Saat itu, Novanto yang sudah berstatus narapidana dan diminta bersaksi, dititipkan penahanannya di Rutan KPK.
Kepada wartawan, Eni mengatakan bahwa apa yang disampaikan Novanto kepadanya membuat dirinya merasa tidak nyaman.
Baca juga: Menurut Pengacara, Novanto yang Menyarankan agar Partai Golkar Kembalikan Uang
Diduga, Novanto ingin memengaruhi keterangan yang akan disampaikan Eni kepada penyidik.
Pengacara Eni, Fadli Nasution membenarkan bahwa kliennya ditemui Setya Novanto di Rutan KPK.
Dalam pertemuan itu, Novanto meminta agar Eni menyembunyikan perannya dalam kasus korupsi pembangunan PLTU Riau-1.
"Pak SN (Setya Novanto) minta Bu Eni tidak membuat keterangan di BAP tentang peran Pak SN dalam proyek PLTU 1 Riau," ujar Fadli Nasution saat dihubungi, Senin (10/9/2018).
Padahal, menurut Fadli, Setya Novanto adalah pelaku utama dalam perkara itu.
Baca juga: Pengacara Novanto: Uang Rp 2 Miliar untuk Munaslub Golkar Pinjaman dari Kotjo
Novanto disebut berhubungan dengan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Padahal Beliau (Novanto) pelaku utamanya bersama-sama dengan Pak Kotjo," kata Fadli.
Dalam kasus tersebut, Eni diduga menerima suap total sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan komitmen fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt.
Diduga, suap diberikan Kotjo agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.
Dalam pengembangan, KPK juga menetapkan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham sebagai tersangka.
Idrus diduga mengetahui dan menyetujui pemberian suap kepada Eni Maulani.
Selain itu, Idrus diduga dijanjikan 1,5 juta dollar Amerika Serikat oleh Johannes Kotjo.