Bahkan, menurut Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban LB Moerdani, dari arah massa yang berdemonstrasi terdapat sejumlah provokator yang membawa senjata tajam dan bensin. Ini menjadi alasan bagi aparat keamanan untuk bertindak tegas, bahkan brutal.
Tembakan timah panas mulai dilakukan ke arah demonstran, setelah tembakan peringatan tak digubris. Korban berjatuhan yang mengakibatkan luka dan kematian.
Datangnya bala bantuan pengamanan, akhirnya membuat gerombolan massa mundur secara bertahap.
Namun, menurut LB Moerdani, selang 30 menit gerombolan massa menyerang petugas keamanan kembali. Akibatnya timah panas kembali dihujam ke arah mereka. Korban berjatuhan lagi.
Saat itu, LB Moerdani menyebut korban tewas berjumlah sembilan orang dan lebih dari 50 orang luka-luka.
Setelah peristiwa tesebut, anggota aparat segera membersihkan lokasi kejadian dan mengamankan demonstran. Ada sebuah informasi mengenai peristiwa ini merupakan hasutan dari kalangan militer yang anti pemerintah.
Setidaknya 169 warga sipil ditahan tanpa surat perintah. Sejumlah orang ditangkap karena dituduh bersifat provokatif terhadap peristiwa ini.
Setelah Tragedi Tanjung Priok terjadi, pemerintah dinilai tidak berhasil memberikan penjelasan transparan kepada masyarakat terkait peristiwa berdarah itu.
Petisi 50 kemudian menerbitkan "Lembaran Putih" yang memberikan penjelasan berbeda dengan yang disampaikan pemerintah. Anggota Petisi 50 yang ikut menyusun "Lembaran Putih" itu kemudian terkena jeratan pasal subversi, salah satunya AM Fatwa.
Aparat tidak sekadar mempermasalahkan keterlibatan Fatwa dalam menyusun "Lembaran Putih", namun aktivitas yang dianggap memprovokasi masyarakat Tanjung Priok.
Harian Kompas yang terbit pada 6 September 1985 menulis, AM Fatwa didakwa dengan tuduhan "melakukan serangkaian forum khotbah, ceramah, dan pertemuan yang merongrong dan menyelewengkan ideologi negara, kewibawaan pemerintah atau menyebarkan rasa permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.