JAKARTA, KOMPAS.com – Masyarakat Indonesia kerap menyelenggarakan pesta untuk berbagai acara besar dalam keluarga, misalnya pesta pernikahan.
Pesta biasa digelar di gedung-gedung serbaguna yang disewakan maupun di halaman rumah masing-masing pemilik acara. Namun, hal itu kerap terkendala ketersediaan lahan kosong yang dapat digunakan.
Tak heran masyarakat kerap menyelenggarakan pesta pernikahan dengan menggunakan sarana dan fasilitas publik yang notabene menjadi hak semua orang untuk memanfaatkannya.
Misalnya, dengan menutup sebagian jalan umum untuk mendirikan tenda pernikahan, sehingga para pengendara tidak bisa melaluinya dan terpaksa memutar arah untuk mencari jalur lain.
Bahkan, akhir-akhir ini pesta pernikahan digelar di tempat yang semakin beragam, dari jalur kereta api hingga pemakaman.
Baca juga: Viral, Video Warga Gelar Hajatan dan "Dangdutan" di Area Pemakaman
Pertengahan Juli kemarin, media sosial dihebohkan dengan pesta pernikahan yang digelar di tengah lintasan kereta api. Berdasarkan konfirmasi pihak PT KAI, jalur itu berlokasi di sekitar Balai Yasa, Yogyakarta, dan merupakan jalur buntu yang tidak dilintasi kereta.
Sedangkan hari ini, Senin (10/9/2018), masyarakat kembali dihebohkan dengan sebuah unggahan Twitter oleh akun @juriglagu tentang adanya pesta pernikahan yang digelar di tengah area pemakaman.
Informasi ini diunggah kemarin, Minggu (9/9/2018), hingga hari ini sudah mendapat ratusan komentar dan di-retweet lebih dari 4.000 kali.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman, menyayangkan penggunaan sarana dan fasilitas publik untuk kepentingan hajatan, terutama saat menggunakan pemakaman.
Menurut Sunyoto, penggunaan pemakaman untuk hajatan tidak layak dilakukan.
"Dalam masyarakat kita makam masih dihormati. Sebaiknya dihindari. Kalau dibiarkan justru dianggap benar," ujar Usman saat dimintai pendapat oleh Kompas.com, Senin siang.
Saat ditanya pendapatnya mengenai pesta pernikahan yang menggunakan sarana umum, Sunyoto Usman memandang bahwa ini diakibatkan kurangnya fasilitas publik berupa gedung yang dapat digunakan masyarakat untuk menggelar pesta.
"Ada baiknya pemerintah membangun gedung serbaguna sederhana yang dapat dipakai untuk kegiatan masyarakat termasuk pesta hajatan. Sewa murah untuk pemeliharaan gedung," ujar Usman.
Baca juga: Ombudsman Sebut Sejumlah Pejabat Kota Bekasi Gagal Mengatasi Penghentian Layanan Publik
Menurut dia, gedung-gedung yang saat ini dapat disewa untuk diijadikan tempat penyelenggaraan pesta, mayoritas dipatok dengan harga sewa yang relatif mahal. Dengan demikian, ini tidak terjangkau bagi sebagian kalangan.
Misalnya di gedung-gedung serbaguna milik perseorangan, atau di hotel-hotel berbintang.
Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan masyarakat untuk menggelar acara di sekitar kediaman mereka sendiri, meskipun harus memanfaatkan beberapa sarana dan fasilitas publik yang ada, seperti jalan raya. Sebab, lahan kosong yang mereka miliki tidak cukp untuk menampung tamu yang ada.
"Kebiasaan menggunakan jalan itu sudah lama, murah meriah. Sayang negara tidak pernah hadir. Padahal jalan itu milik publik," ucap Usman.
Hal ini dapat terjadi ketika penyelenggara pesta mengajukan izin kepada pemerintah setempat untuk menutup jalan guna menunjang ketersediaan tempat untuk acara. Hal ini relatif lebih murah dan mudah untuk dilakukan.
"Kalau dilarang harus diberi alternatif, gedung serbaguna jadi jawaban," ujar Usman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.