UTANG, bisa jadi bukan kata yang paling tepat menggambarkan masalah ini. Tapi bolehlah disebut utang untuk membumikan masalah ini. Tapi yang menarik, Roy yang biasanya luwes berbicara, kali ini hilang, hanya berkomunikasi via Whatsapp tok!
Itu pun tak semua pertanyaan dijawab. Setidaknya, itu yang saya alami. Saya hendak mewawancarai Roy Suryo untuk program AIMAN, namun tak kunjung mendapat jawaban.
Ia mengatakan tidak bisa melakukan live-by-phone maupun live-satellite karena agenda DPR yang tengah dijalani di Sumatera Barat. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada sang pengacara, Tigor Simatupang.
Ada apa Mas Roy?
Saya mencoba mencari jawaban. Kisah ini berawal pada 2014 saat Roy lengser dari jabatan menteri pemuda dan olahraga (menpora).
Seperti pernah ditulis media, Pengacara Roy, Tigor Simatupang, mengatakan bahwa ada kiriman satu kontainer yang diduga berisi barang-barang dari Kemenpora ke rumah Roy Suryo di Yogyakarta.
Kenapa diduga?
Karena tidak tahu isinya apa dan tidak pernah dibuka. Yang jelas satu kontainer penuh yang di dalamnya berisi barang-barang dibungkus kardus. Kardus-kardus itu, sekali lagi, tidak pernah dibuka.
Lalu, atas perintah Roy, kontainer itu dikembalikan ke Kemenpora, utuh 1 kontainer!
Lain versi Roy, lain pula versi Kemenpora.
Saya menemui Sekretaris Kemenpora Gatot Dewa Broto untuk mengonfirmasi cerita ini. Di Program AIMAN, KompasTV, ia mengungkapkan tidak mengetahui adanya satu pun kiriman yang terjadi pada 2014 karena ia belum menjabat di bagian yang mengetahui soal ini.
Yang ia tahu, ada pengembalian barang-barang Kementerian pada tahun 2016 oleh Roy Suryo pascasurat "tagihan" kepada Roy Suryo terkait barang-barang milik Kemenpora.
Kepada Gatot saya bertanya, apakah barang-barang ini adalah barang-barang yang sama seperti yang dikatakan oleh pihak Roy Suryo pada 2014?
Gatot menjawab, ia tidak bisa memastikan. Ia harus mengecek kembali ke Kemenpora.
Saya secara eksklusif melihat laporan terbaru BPK 2018 dari seorang sumber yang bisa dipercaya. Selama ini yang beredar di media adalah laporan BPK 2016 terkait hal yang sama.
Ada perbedaan baik dari sisi jumlah unit barang yang selisihnya mencapai ratusan hingga jenisnya. Saya tidak diizinkan untuk mengambil gambar dokumen itu. Jadi, saya rincikan isinya dalam tulisan ini.
Ada sekitar 200-an halaman, berisi 3.226 unit barang, yang menurut Kemenpora belum dikembalikan oleh Menpora periode 2013-2014 ini.
Barang-barang itu antara lain TV berbagai ukuran mulai dari 42 inci hingga 60 inci, ada lebih dari 5 buah; CCTV; mesin cuci; lensa kamera yang jumlahnya lebih dari 20, hingga Kabel, solder, setrika, dan ratusan item lain. Jumlahnya banyak sekali.
Saya merasa ada yang janggal dari harga barang-barang yang tercantum di situ. Beberapa saya paham harganya di pasaran.
Dalam tagihan laporan BPK ini, anggaran untuk barang-barang tertentu tampak lebih tinggi 3 kali lipat dari pasaran.
Misalnya, TV "branded" 42 Inci, di pasaran seharga Rp 3 juta-Rp 4 jutaan, tetapi di anggaran ditulis Rp 9 jutaan per unit. Perlu sesi tersendiri untuk membahas mengapa bisa terjadi.
Saya tanyakan kepada Gatot, apakah ada kepastian bahwa semua barang-barang ini merupakan barang milik Kemenpora (karena dibeli dari anggaran kementerian) yang masih berada di tangan Roy Suryo. Adakah tanda bukti yang menguatkan hal ini?
Gatot tidak menjawab lugas pertanyaan saya, hingga saya pun berkata, "Jangan-jangan Kemenpora sendiri tidak yakin akan barang-barang yang ditagihkan kepada Roy!"
Terlepas dari semua perdebatan ini, aspek hukum kasus ini tidak main-main. Jika benar barang-barang ini masih berada di tangan Roy Suryo dan tidak dikembalikan, maka setidaknya berlakulah pasal penggelapan dalam KUHP 374 yang berbunyi:
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun."
Tetapi sebaliknya, jika masalah audit BPK yang ditujukan kepada Kemenpora tidak berkaitan dengan Roy Suryo, melainkan karena adanya maladministrasi di internal Kemenpora sendiri, maka pejabat terkait di Kemenpora rawan dituntut secara perdata atas kasus pencemaran nama baik.
Kita tunggu bersama, bagaimana kelanjutan kasus ini!
Kasus ini meski diinisiasi oleh silang sengketa antara Kemenpora dan Roy Suryo sesungguhnya punya lesson learned, yang luhur.
Ada kebiasaan tak terpuji di masa lalu. Tak sedikit pejabat yang lengser membawa barang-barang milik negara. Bertobatlah. Harta yang dibawa hanya sebatas dunia sementara masalah yang ada dikandung sepanjang keluarga. Stop membawa yang bukan haknya!
Saya Aiman Witjaksono,
Salam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.