JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail mengatakan, kliennya adalah orang yang menyarankan agar Partai Golkar mengembalikan uang milik pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang itu disebut digunakan untuk kepentingan musyawarah nasional Partai Golkar.
Menurut Maqdir, awalnya Novanto mendapat informasi penerimaan uang itu dari mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih. Saat itu, Novanto menemui Eni yang sama-sama berada di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dalam keterangannya, Ibu Eni kepada Pak Novanto menyatakan, ada bukti penggunaan uang dari Pak Kotjo untuk kepentingan partai," ujar Maqdir kepada Kompas.com, Minggu (9/9/2018).
Menurut Maqdir, untuk menghindarkan kesulitan bagi partai, Novanto menyarakan kepada Eni agar melakukan koordinasi dengan pengurus Partai Golkar dalam rangka pengembalian uang.
Baca juga: Setya Novanto Bantah Ada Permintaan Jatah untuk Golkar dari Proyek PLTU
Menurut Maqdir, karena kondisi tidak memungkinkan, Novanto tidak bisa membantu pengembalian uang.
Sebelumnya, pengurus Partai Golkar menyerahkan uang kepada KPK. Penyerahan uang itu dilakukan terkait penyidikan KPK dalam kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Riau, yang melibatkan Eni Maulani dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
Uang Rp 700 juta yang diserahkan itu diduga terkait pembiayaan kegiatan partai yang bersumber dari hasil tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Baca juga: Penundaan Proyek Kelistrikan, Kemungkinan Menyasar PLTU dan PLTD
KPK juga menetapkan seorang pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, yang diduga menjadi pihak pemberi suap.
Menurut dugaan KPK, Eni menerima suap total sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan komitmen fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt itu. Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.
Dalam pengembangan, KPK juga menetapkan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham sebagai tersangka. Idrus diduga mengetahui dan menyetujui pemberian suap kepada Eni Maulani.
Selain itu, Idrus diduga dijanjikan 1,5 juta dollar Amerika Serikat oleh Johannes Kotjo. Dalam kasus ini, KPK juga telah memeriksa Setya Novanto.
Uang ke partai
Eni Maulani yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar mengakui bahwa uang yang ia terima terkait proyek pembangunan PLTU di Riau, ada kaitannya dengan ketua umum Partai Golkar. Namun, Eni tidak menyebut nama ketua umum yang memerintahkannya menerima uang.
Menurut Eni, segala seuatu terkait dengan proyek dan uang yang ia terima telah diceritakan kepada penyidik. Salah satunya, penerimaan uang yang diduga untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
"Saya kan bendahara munaslub. Semua yang mas dan mbak tanya, saya sudah sampaikan semua ke penyidik dengan detail. Nanti kalau saya sampaikan sedikit, takutnya diplintir menjadi yang lain," kata Eni seusai diperiksa.
Sebelumnya pengacara Eni, Fadli Nasution mengatakan adanya aliran dana suap Proyek PLTU Riau-1 senilai Rp 2 miliar yang diberikan kliennya untuk membiayai Munaslub Golkar 2017.