Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seharusnya, sejak Awal Bawaslu Tak Beri Ruang bagi Bacaleg Eks Koruptor...

Kompas.com - 07/09/2018, 09:53 WIB
Reza Jurnaliston,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Polemik soal keputusan Badan Pengawas Pemilu yang meloloskan bakal calon anggota legislatif yang berstatus mantan narapidana kasus korupsi masih terus bergulir.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, keputusan Bawaslu kontradiktif dengan yang sudah dibangun dengan sejumlah pihak sebelumnya.

“Dalam pandangan saya, kesepakatan dengan banyak pihak bahwa pengesampingan atau pembatalan PKPU yang mengatur pencalonan tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi sebagai dasar dalam penyelenggaraan proses pencalonan anggota DPD, DPR, dan DPRD untuk Pemilu 2019,” kata Titi kepada Kompas.com, Jumat (7/9/2018).

Baca juga: 5 Alternatif yang Bisa Jadi Solusi Akhiri Polemik Bacaleg Eks Koruptor

Menurut Titi, sejak awal seharusnya Bawaslu tak memberi ruang bagi para caleg eks koruptor.

“Bawaslu semestinya sejak awal tidak membuat pernyataan yang seolah-olah memberi ruang bagi para caleg mantan napi korupsi untuk memperoleh perlindungan hak konstitusionalnya,” ujar dia.

Saat ini, lanjut Titi, sebaiknya Bawaslu menunda pembuatan putusan terkait permohonan sengketa yang diajukan para mantan napi korupsi.

“Sebab, hampir semua para mantan napi korupsi mendalilkan bahwa argumentasi mereka mengajukan permohonan sengketa karena PKPU bertentangan dengan UUD 1945, Putusan MK, dan UU Pemilu,” kata Titi.

Baca juga: Bacaleg Eks Koruptor Bisa Ajukan Gugatan ke PTUN

Titi mengatakan, PKPU Nomor 14 dan Nomor 20 Tahun 2018 merupakan peraturan yang sah. Oleh karena itu, Bawaslu seharusnya konsisten menggunakan PKPU tersebut.

“(PKPU Nomor 14 dan 20 Tahun 2018) Sebagai batu uji yang utuh dan penuh untuk menilai ketepatan pembuatan keputusan oleh KPU di daerah dalam tidak meloloskan para mantan terpidana korupsi menjadi bakal caleg,” kata Titi.

Bawaslu juga diminta menghormati Peraturan KPU sebagai regulasi yang sah dan mengikat.

Polemik bacaleg eks koruptor

Sebelumnya, Bawaslu sudah meloloskan para mantan koruptor sebagai bakal caleg 2019.

Berdasarkan data Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, hingga Senin (3/9/2018) setidaknya tercatat ada 15 mantan koruptor yang diloloskan Bawaslu sebagai bakal caleg.

Pada masa pendaftaran bacaleg, mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.

Para mantan koruptor tersebut lantas mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu dan Panwaslu setempat. Hasil sengketa menyatakan seluruhnya memenuhi syarat (MS).

Baca juga: KPU Akan Minta Partai Tegakkan Pakta Integritas Larangan Eks Koruptor Nyaleg

Bawaslu mengacu pada Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang tidak melarang mantan koruptor untuk mendaftar sebagai caleg.

Sementara itu, dalam kerjanya, KPU berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang memuat larangan mantan koruptor menjadi calon wakil rakyat.

KPU untuk saat ini menolak menjalankan keputusan Bawaslu. KPU akan merevisi keputusan jika bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung nantinya.

PKPU Pencalonan tengah diuji materi di MA dengan alasan bertentangan dengan UU Pemilu.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo 17 Bacaleg di 11 Kota Teridentifikasi Eks Koruptor

Kompas TV Hadar Nafis menganggap kualitas pemilu dapat dipengaruhi oleh adanya calon legislatif yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan PKPU.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com