Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Alternatif yang Bisa Jadi Solusi Akhiri Polemik Bacaleg Eks Koruptor

Kompas.com - 07/09/2018, 07:31 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi masih terus bergulir.

Dua lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bersikukuh pada pandangannya masing-masing dalam menyikapi bacaleg eks koruptor tersebut.

KPU berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 yang memuat larangan mantan napi korupsi nyaleg.

Sementara, Bawaslu berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang tak memuat larangan soal itu.

Baca juga: Bacaleg Eks Koruptor Bisa Ajukan Gugatan ke PTUN

Atas perbedaan tersebut, belasan bacaleg mantan narapidana korupsi yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU pada saat pendaftaran, justru dinyatakan memenuhi syarat (MS) oleh Bawaslu melalui sidang sengketa.

Namun, atas putusan Bawaslu itu, KPU memilih melakukan penundaan, tak langsung melaksanakan putusan itu.

Ada pandangan, putusan uji materi (judicial review) Mahkamah Agung (MA) terhadap PKPU bisa menjadi jalan tengah untuk mengakhiri polemik ini.

Akan tetapi, saat ini MA menunda sementara uji materi terhadap PKPU. Alasannya, Undang-Undang Pemilu yang menjadi acuan PKPU juga tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: KPU Akan Minta Partai Tegakkan Pakta Integritas Larangan Eks Koruptor Nyaleg

Selain menantikan hasil putusan uji materi MA terhadap PKPU, sejumlah pihak menyebut ada sejumlah solusi yang bisa dilakukan untuk mengakhiri polemik ini.

Berikut pendapat beberapa pakar yang dirangkum oleh Kompas.com:

1. KPU mengabaikan putusan Bawaslu

Mahfud MDKOMPAS.com/AKBAR BHAYU TAMTOMO Mahfud MD
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Mahfud MD, sebaiknya semua pihak menunggu putusan uji materi MA atas PKPU.

Sembari menunggu, Mahfud menyarankan KPU mengabaikan saja putusan Bawaslu yang meloloskan eks koruptor sebagai caleg.

"Menurut saya, yang keputusan Bawaslu itu harus diabaikan. Kita nunggu putusan MA terhadap judicial review, karena PKPU itu sudah sah diundangkan, dan sesuatu yang sah diundangkan itu mengikat kecuali dicabut oleh MA," kata Mahfud di Jakarta, Kamis (6/9/2018).

2. Meminta partai politik peserta Pemilu 2019 menegakkan pakta integritas

Komisioner KPU Viryan AzisKOMPAS.com/Fitria Chusna Farisa Komisioner KPU Viryan Azis
KPU berencana mengirim surat kepada pimpinan partai politik peserta Pemilu 2019. Surat tersebut menyinggung soal temuan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai bakal calon legislatif (bacaleg) mantan narapidana korupsi.

Hal itu dikatakan Komisioner KPU, Viryan Azis, Rabu (5/9/2018).

Selain itu, soal komitmen partai terhadap pakta integritas yang telah mereka tanda tangani, yang bunyinya tidak akan mencalonkan bacaleg mantan narapidana korupsi.

Dalam surat tersebut, KPU akan meminta partai politik untuk menegakkan pakta integritas yang telah mereka tandatangani sebelum masa pencalonan legislatif.

Menurut Viryan, pakta integritas dalam hal ini bertindak sebagai regulasi, bukan lagi komitmen. Sehingga harus dipatuhi.

3. Meminta partai politik menarik bacaleg mantan napi korupsi

Ketua PP Muhammadiyah Busyro MuqoddasKOMPAS.com/Fitria Chusna Farisa Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, menyebut partai politik harus bersikap tegas dalam polemik bacaleg mantan narapidana korupsi.

Menurut Busyro, dalam hal ini seharusnya partai menarik mundur bacalegnya yang merupakan mantan napi korupsi yang diloloskan Bawaslu.

"Parpol harus menarik (bacalegnya) atau menjaga sikapnya sesuai dengan pakta integritas," kata Busyro usai Diskusi Publik Pemilu Berintegritas di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2018).

Busyro mengatakan, meskipun Bawaslu mengeluarkan putusan meloloskan bacaleg mantan napi korupsi, tapi, jika parpol menarik bacalegnya, maka tidak akan ada bacaleg mantan napi korupsi yang maju ke Pemilu 2019.

Dalam hal ini partai politiklah yang punya kewenangan otoritatif.

4. Bacaleg eks koruptor ajukan gugatan ke PTUN

Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi dalam acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi dalam acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017).
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi menyebutkan, polemik bakal calon legislatif (bacaleg) narapidana korupsi bisa diselesaikan melalui jalur hukum.

Ia mengusulkan kepada bacaleg mantan narapi korupsi untuk mengajukan gugatan ke PTUN supaya mendapat kepastian hukum mengenai status pencalonannya.

Jika bacaleg mengajukan gugatan ke PTUN, maka yang menjadi materi gugatan adalah keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyatakan dirinya tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai bacaleg lantaran berstatus sebagai mantan narapi korupsi.

Oleh karena itu, putusan PTUN tersebut berlaku bagi bacaleg perseorangan.

Veri menjelaskan, putusan PTUN berlaku selama belum ada putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan KPU (PKPU) yang memuat larangan mantan napi korupsi nyaleg.

Sebaliknya, jika gugatan telah sampai ke PTUN tetapi belum diputuskan dan putusan MA terhadap PKPU sudah keluar, maka yang berlaku adalah putusan MA.

5. Desak MA segera memutus uji materi PKPU

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.Fabian Januarius Kuwado Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.
Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, MA tidak perlu gamang memutus uji materi PKPU.

Meski MK belum memutus uji materi terhadap PKPU, Fickar menilai, uji materi PKPU tetap bisa dilakukan. Sebab, norma yang diuji pada UU Pemilu di MK tidak terkait dengan norma pada PKPU.

"UU MK berlaku mengikat bagi semua warga negara dan instansi-instansi baik instansi negara atau pemerintah maupun swasta," kata Fickar di Jakarta, Kamis (6/9/2018).

"Namun ketentuan pasal (55 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK) itu tidak menghalangi jika substansi yang diuji tidak berkaitan, kecuali ada kemungkinan MK akan membatalkan seluruh UU yang diuji," lanjut dia.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo 30 Bacaleg Eks Napi Korupsi di Tingkat Provinsi

Kompas TV Bagaimana jalan tengahnya agar tidak ada polemik lagi terkait masalah ini?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Nasional
Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Nasional
Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com