JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi masih terus bergulir.
Dua lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bersikukuh pada pandangannya masing-masing dalam menyikapi bacaleg eks koruptor tersebut.
KPU berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 yang memuat larangan mantan napi korupsi nyaleg.
Sementara, Bawaslu berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang tak memuat larangan soal itu.
Baca juga: Bacaleg Eks Koruptor Bisa Ajukan Gugatan ke PTUN
Atas perbedaan tersebut, belasan bacaleg mantan narapidana korupsi yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU pada saat pendaftaran, justru dinyatakan memenuhi syarat (MS) oleh Bawaslu melalui sidang sengketa.
Namun, atas putusan Bawaslu itu, KPU memilih melakukan penundaan, tak langsung melaksanakan putusan itu.
Ada pandangan, putusan uji materi (judicial review) Mahkamah Agung (MA) terhadap PKPU bisa menjadi jalan tengah untuk mengakhiri polemik ini.
Akan tetapi, saat ini MA menunda sementara uji materi terhadap PKPU. Alasannya, Undang-Undang Pemilu yang menjadi acuan PKPU juga tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: KPU Akan Minta Partai Tegakkan Pakta Integritas Larangan Eks Koruptor Nyaleg
Selain menantikan hasil putusan uji materi MA terhadap PKPU, sejumlah pihak menyebut ada sejumlah solusi yang bisa dilakukan untuk mengakhiri polemik ini.
Berikut pendapat beberapa pakar yang dirangkum oleh Kompas.com:
Sembari menunggu, Mahfud menyarankan KPU mengabaikan saja putusan Bawaslu yang meloloskan eks koruptor sebagai caleg.
"Menurut saya, yang keputusan Bawaslu itu harus diabaikan. Kita nunggu putusan MA terhadap judicial review, karena PKPU itu sudah sah diundangkan, dan sesuatu yang sah diundangkan itu mengikat kecuali dicabut oleh MA," kata Mahfud di Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Hal itu dikatakan Komisioner KPU, Viryan Azis, Rabu (5/9/2018).