JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pihak menyayangkan perseteruan yang terjadi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait bakal calon legislatif (bacaleg) mantan narapidana korupsi.
Pihak-pihak tersebut di antaranya, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Sindikasi Pemilu Demokratis (SPD), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), dan Komite Pemilih (TePi).
KPU yang berpedoman pada Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018, tidak meloloskan mantan napi korupsi sebagai bacaleg.
Sementara Bawaslu, dengan dalih berpegang pada Undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017, mengabulkan sengketa bacaleg mantan narapidana korupsi yang tidak diloloskan KPU, dan justru memutuskan untuk meloloskan mereka sebagai bacaleg.
Baca juga: KPU Akan Minta Partai Tegakkan Pakta Integritas Larangan Eks Koruptor Nyaleg
Selanjutnya, KPU memilih untuk menunda pelaksanaan putusan Bawaslu, meskipun Undang-undang Pemilu menyebutkan putusan Bawaslu harus dijalankan tiga hari setelah putusan keluar.
Atas hal tersebut, sejumlah pihak menilai KPU dan Bawaslu sama-sama tidak memainkan perannya secara baik dan tidak mematuhi hukum.
"Sebagai penyelenggara pemilu, mestinya KPU dan Bawaslu bisa saling menghormati kedudukan dan kewenangan masing-masing kelembagaan. Tidak terkecuali terhadap aturan hukum, masing-masing mesti menjalankan dan mematuhinya sebagai sebuah aturan main penyelenggara pemilu," kata Koordinator Nasional (Kornas) JPPR Sunanto dalam sebuah diskusi publik di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (6/9/2018).
Ia juga menyebut, seharusnya KPU dan Bawaslu tidak larut dalam perdebatan tersebut.
Alangkah baiknya, jika KPU dan Bawaslu berfokus pada tahapan pemilu yang tidak sedikit.
Baca juga: Polemik Caleg Eks Koruptor, Mahfud MD Sebut Bawaslu yang Bikin Kacau
Persoalan keterbukaan data caleg, daftar pemilih, hingga penetapan calon, membutuhkan perhatian besar dari kedua lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
Untuk mengakhiri polemik tersebut, JPPR, KODE Inisiatif, SPD, KIPP, dan TePI menyarankan sejumlah hal kepada KPU dan Bawaslu.
Pertama, mendesak KPU dan Bawaslu menghentikan polemik dan memberkkan perhatian kepada tahapan pemilu yang sedang berjalan.
Kedua, mendorong supaya pihak yang merasa dirugikan atas keptusan KPU atau putusan Bawaslu bisa menempuh jalur hukum, misalnya dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Ketiga, mendesak agar Mahkamah Agung segera memutus permohonan uji materi PKPU terkait pencalonan," ujar Sunanto.
Sebelumnya, Bawaslu sudah meloloskan para mantan koruptor sebagai bakal caleg 2019.