JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Bupati Halmahera Timur, Rudy Erawan, menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Dalam pembelaan, Rudy membantah menerima suap.
"Secara eksplisit, apa yang saya lakukan itu sebagai Ketua DPD PDI-P Maluku Utara. Kalau pun saya terima uang dari Amran, maka itu tidak terkait kewenangan saya sebagai bupati," ujar Rudy, saat membacakan pleidoi.
Rudy mengakui, mengusulkan Amran HI Mustary sebagai Kepala Balai Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Namun, usulannya itu tak terkait jabatannya sebagai bupati.
Baca juga: Bupati Halmahera Timur Dituntut 5 Tahun Penjara dan Pencabutan Hak Politik
Menurut Rudy, usulan itu disampaikan melalui partainya, PDI Perjuangan. Sebab, selain sebagai bupati, Rudy juga merupakan Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku Utara.
"Komunikasi saya dengan PDI-P terjadi setiap rapat, dalam acara partai, dalam kapasitas saya sebagai Ketua DPD. Jelas terlihat pengajuan nama Amran melalui partai, tidak ada sedikitpun gunakan jabatan saya sebagai bupati," kata Rudy.
Rudy Erawan dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rudy juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, jaksa juga menuntut supaya hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Baca juga: Bupati Halmahera Timur Bantah Terima Suap Meski Diakui oleh Para Saksi
Hukuman itu berlaku selama 5 tahun setelah Rudy selesai menjalani pidana pokok.
Rudy Erawan didakwa menerima suap Rp 6,3 miliar. Uang itu diberikan oleh Amran HI Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan karena Rudy telah menjembatani kepentingan Amran untuk menjadi Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
Pencalonan Amran dilakukan dengan cara kolusi dan nepotisme dengan pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).