Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Komisioner Duga Bawaslu Langgar Kode Etik soal Dugaan Mahar Politik

Kompas.com - 03/09/2018, 05:15 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Wahidah Syuaib menduga ada indikasi kuat komisioner Bawaslu melanggar kode etik dalam penanganan kasus mahar politik yang disebut-sebut diberikan bakal calon wakil presiden Sandiaga Uno kepada Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Saya rasa ada indikasi kuat melanggar kode etik," kata Wahidah usai diskusi politik di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (2/8/2018).

Menurut Wahidah, yang disebut sebagai kode etik adalah taat aturan, transparansi, dan berlaku adil. Pada penanganan kasus mahar politik, Bawaslu dinilainya tidak berlaku adil.

Baca juga: Pengamat: Bawaslu Bisa Malfungsi jika Terus Berlindung di Balik Hal Teknis

Tak hanya itu, Wahidah menuding Bawaslu melanggar asas profesionalitas.

"Profesional itu adalah mengambil kesimpulan setelah mendengarkan keterangan semua pihak. Pihak terlapor (Sandiaga) tidak didengarkan keterangannya," ujar Wahidah.

"Kecuali dia sudah undang Sandi tetapi Sandinya nggak hadir-hadir. Kan belum diundang Sandinya," sambungnya.

Baca juga: Mahar Politik Sandiaga Tak Terbukti, Andi Arief Sebut Komisioner Bawaslu Pemalas

Karena ada indikasi kuat pelanggaran kode etik, Wahidah mendukung siapa saja yang hendak melaporkan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Saya pikir, kalau ada dugaan kuat ada pelanggaran kode etik, sah-sah saja untuk dilaporkan, baik (oleh) pelapor, masyarakat, atau pegiat pemilu," kata Wahidah.

Hal tersebut supaya menjadi pembelajaran bagi Bawaslu, bahwa dalam menangani laporan, mereka dibatasi oleh waktu. Harus ada semangat penegakan hukum pemilu di dalam tubuh Bawaslu.

Bawaslu tidak boleh terhambat oleh hal-hal teknis yang bersifat sepele dalam kondisi darurat.

"Harus ada upaya optimal dalam waktu yang sempit tersebut. Ini jadi preseden buruk ke depannya," ujar Wahidah.

Baca juga: Kata Ketum PAN, sejak Awal Tak Ada Mahar dari Sandiaga

Sebelumnya Bawaslu RI memutuskan tak menemukan pelanggaran pemilu terkait dugaan pemberian mahar politik dari Sandiaga kepada PAN dan PKS terkait pencalonan pada Pilpres 2019.

"Bahwa terhadap pokok laporan nomor 01/LP/PP/RI/00.00/VIII/2018 yang menyatakan diduga telah terjadi pemberian imbalan berupa uang oleh Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat dibuktikan secara hukum," ujar Ketua Bawaslu Abhan dalam keterangan resminya, Jumat (31/8/2018).

Abhan menyebutkan ketidakhadiran Andi Arief memenuhi undangan Bawaslu, menjadikan masalah tersebut tidak mendapat kejelasan.

Lantaran tidak mendapat keterangan Andi Arief, Bawaslu merasa tidak punya dasar untuk memanggil Sandiaga.

Bawaslu hanya bisa bertindak, setelah muncul dugaan pelanggaran yang didapat dari keterangan saksi.

Video Pilihan Bawaslu merasa salah jika memanggil pihak terlapor tanpa didahului keterangan saksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Nasional
UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

Nasional
THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

Nasional
Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com