JAKARTA, KOMPAS.com - Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto menyebut tindakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meloloskan sejumlah bakal calon legislatif mantan napi korupsi adalah langkah mundur.
Sebab, pada saat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan telah diundangkan, Bawaslu justru tidak berpedoman pada aturan tersebut.
PKPU tersebut memuat larangan mantan napi korupsi maju sebagai caleg.
Arif menilai, sejak proses perumusan PKPU, Bawaslu dalam posisi ambigu. Di satu sisi, Bawaslu melarang partai politik mengajukan caleg mantan napi korupsi.
Baca juga: Bawaslu Sudah Loloskan 12 Bakal Caleg Eks Koruptor
Di sisi lain mereka juga tidak setuju larangan tersebut ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan.
"Pada satu sisi mereka meminta parpol tidak mencalonkan mantan napi koruptor, tapi di sisi lain mereka tidak setuju hal itu diatur dalam PKPU," kata Arif dalam diskusi politik di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (2/8/2018).
Menurut Arif, keberadaan pakta integritas yang dulu ditandatangani oleh Bawaslu dan pimpinan partai politik peserta pemilu 2019 kini tidak berarti.
Baca juga: Pakar: Jangan Berpikir Eks Koruptor Boleh Nyaleg karena Tak Dilarang di UU
Pakta integritas itu berisi komitmen parpol tidak akan mengajukan caleg mantan koruptor.
Belakangan, Bawaslu justru meloloskan para mantan koruptor untuk menjadi bakal caleg.
"Bagaimana mungkin Bawaslu minta parpol menjalankan pakta integritas kalau Bawaslu justru menerima gugatan (bacaleg eks napi korupsi)," ujar Arif.
Meskipun larangan mantan napi korupsi mendaftar sebagai caleg tak tertuang dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bukan berarti hal itu menggugurkan aturan dalam PKPU yang melarang mantan napi korupsi menjadi caleg.
Baca juga: Loloskan Caleg Eks Koruptor, Bawaslu Dianggap Menikam Masyarakat
Lagi pula, Arif menyebut, mantan koruptor telah memukul demokrasi sebanyak tiga kali. Pertama, korupsi sewaktu punya jabatan publik.
Kedua, kembali mencalonkan diri untuk jabatan publik setelah melakukan korupsi.
Ketiga, tidak menerima larangan dirinya maju sebagai caleg dengan mengajukan sengketa ke Bawaslu.
Dari situ, kata Arif, wajar jika masyarakat geram Bawaslu meloloskan para mantan napi korupsi.