Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan #2019GantiPresiden di Antara Ambiguitas Hukum dan Syahwat Politik

Kompas.com - 29/08/2018, 09:00 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kampanye tanda pagar (tagar) #2019gantipresiden berpotensi menyulut konflik horizontal di masyarakat.

Elite politik harus turun tangan memberikan teladan bagaimana berkompetisi secara sehat di alam demokrasi.

Demikian analisis pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Moeloek ketika berbincang dengan Kompas.com, Selasa (28/8/2018).

Baca juga: Fadli Zon Ingin Anggota DPR Dampingi Kegiatan #2019GantiPresiden

Argumentasi Hamdi tersebut berangkat dari kedudukan tagar #2019gantipresiden di mata hukum Indonesia yang berada di ruang abu-abu.

Tidak ada argumentasi yang 'clear' apakah tagar itu dapat dikategorikan sebagai upaya makar yang dilarang, atau sebatas kebebasan berekspresi.

Hamdi mengatakan, menurut Romli Atmasasmita, jika ada orang yang berteriak ganti presiden maka itu sama dengan ingin menurunkan presiden alias makar.

Baca juga: Fahri Hamzah: Berbahaya jika Presiden Terlibat Penghadangan Aksi #2019GantiPresiden

Padahal, presiden diangkat secara demokratis hingga selesai masa jabatannya tahun 2019.

"Oleh sebab itu, di tengah jalan tidak bisa diturunkan. Kalau diturunkan, namanya pemakzulan," ujar Hamdi.

 

Ambiguitas hukum

Di sisi lain, ia pun mengutip pernyataan Jimly Asshidiqqie yang menyebutkan bahwa tagar tersebut tidak melanggar apapun. Disebut makar pun tidak memenuhi unsur.

Hamdi MulukKOMPAS.com/Indra Akuntono Hamdi Muluk
"Yang kampanye juga bilang begitu kan. Mereka bilang, kami tidak memakzulkan. Kami cuma bilang 2019 ganti presiden, bukan saat ini. Artinya, kampanye tagar ini memanfaatkan situasi ambiguitas hukum," kata dia.

Baca juga: Bawaslu: Alih-alih Menarik Simpati, Gerakan #2019GantiPresiden Bisa Timbulkan Antipati

Di tengah pro kontra di mata hukum, tagar tersebut mendapatkan perlawanan kuat oleh kelompok yang menginginkan Presiden Joko Widodo melanjutkan jabatan presiden untuk dua periode.

Maka tersajilah 'pertarungan' kedua kelompok, baik di dunia maya hingga di dunia nyata.

Dari sisi psikologi politik, titik inilah yang menjadi awal dimulainya konflik horizontal masyarakat.

"Sebagian bilang ganti presiden, sebagian lainnya bilang kami enggak mau ganti, disertai unsur-unsur provokasi masing-masing," kata Hamdi.

Baca juga: Sandiaga Uno Berharap Kampanye #2019GantiPresiden Bikin Suasana Pilpres Sejuk

Dari psikologi, ia melanjutkan, ada teori yang menggambarkan situasi ini sebagai mutual provocation. Kemudian provokasi semakin meningkat hingga menjadi mutual radicalization.

"Dua kubu semakin radikal, semakin mengeras. Situasi inilah yang saya sebut berpotensi menyulut konflik horizontal di masyarakat. Oleh sebab itu jangan ini dianggap main-main," lanjut dia.

Tanda-tandanya sudah mulai terjadi. Kelompok yang satu menolak kehadiran kelompok yang lain. Kelompok yang satu mencaci kelompok yang lain. Kelompok yang satu, juga mengancam kelompok yang lain dan sebagainya.

 

Jangan "menari" di atas kekisruhan

 

Atas kondisi ini pula, maka Hamdi sepakat dengan aparat keamanan yang terpaksa membubarkan mobilisasi massa tagar #2019gantipresiden.

Tindakan itu didasarkan murni atas alasan keamanan. Polisi tidak boleh ambil risiko terjadinya gesekan antarmasyarakat yang lebih besar dan luas.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Kegiatan #2019GantiPresiden Tidak Boleh

Aktivis gerakan #2019GantiPresiden secara resmi menyerahkan bukti persekusi yang mereka alami kepada pimpinan DPR, Selasa (28/8/2018). KOMPAS.com/Ihsanuddin Aktivis gerakan #2019GantiPresiden secara resmi menyerahkan bukti persekusi yang mereka alami kepada pimpinan DPR, Selasa (28/8/2018).

Mengenai pembubaran tersebut dinilai membatasi kebebasan berekspresi, Hamdi membantahnya.

Ia menegaskan, secara obyektif, kampanye tagar #2019gantipresiden faktanya dibumbui kalimat dengan unsur provokasi, rentan ujaran kebencian dan hasutan.

Ia memberikan contoh apa yang dikatakan salah satu pegiat kampanye tagar itu, Neno Warisman.

"Narasinya Neno Warisman itu, mari kita Perang Badar, itu saya setuju apabila disebut sebagai salah satu provokasi, menebar kebencian terhadap kelompok lain," tuturnya.

Baca juga: Mardani Klaim #2019GantiPresiden Tingkatkan Partisipasi Politik Publik

"Yang dinamakan kebebasan dalam berpendapat itu, misalnya menuntut harga bahan pokok turun, menuntut BBM murah, tenaga kerja asing dikurangi, itu silahkan. Tapi tidak dengan memprovokasi. Ingat, masyarakat juga menginginkan ketenangan dan keamanan," tambah Hamdi.

Hamdi pun menyoroti minimnya keteladanan elite politik di tengah situasi ini.

Ia menilai, para elite politik, baik dari kubu tagar #2019gantipresiden atau pendukung Jokowi dua periode 'menari' di atas kekisruhan yang terjadi di akar rumput dan memanfaatkan hasil yang didapat dari situasi tersebut.

Baca juga: DPR Akan Panggil Kapolri dan Kepala BIN soal Pengadangan Aktivis #2019GantiPresiden

Ia berharap elite politik tidak mengedepankan syahwat politik semata dan lebih mengedepankan persatuan rakyat Indonesia.

Bisakah kita berdemokrasi dengan elegan? Damai? Tidak memprovokasi dan tetap menghormati hak orang lain?

"Saya rasa elite sadar yang terjadi sekarang ini rentan terjadi apa yang saya sebutkan tadi sebagai 'mutual provocation' dan 'mutual radicalization' yang berpotensi menimbulkan konflik. Kalau sudah begini, elite harus membantu cooling down, tidak boleh terlalu ingin memenuhi syahwat politik ingin menang," ujar Hamdi.

Kompas TV Aktivis gerakan #2019GantiPresiden, Neno Warisman menemui Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah di Gedung DPR.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com