Dari psikologi, ia melanjutkan, ada teori yang menggambarkan situasi ini sebagai mutual provocation. Kemudian provokasi semakin meningkat hingga menjadi mutual radicalization.
"Dua kubu semakin radikal, semakin mengeras. Situasi inilah yang saya sebut berpotensi menyulut konflik horizontal di masyarakat. Oleh sebab itu jangan ini dianggap main-main," lanjut dia.
Tanda-tandanya sudah mulai terjadi. Kelompok yang satu menolak kehadiran kelompok yang lain. Kelompok yang satu mencaci kelompok yang lain. Kelompok yang satu, juga mengancam kelompok yang lain dan sebagainya.
Jangan "menari" di atas kekisruhan
Atas kondisi ini pula, maka Hamdi sepakat dengan aparat keamanan yang terpaksa membubarkan mobilisasi massa tagar #2019gantipresiden.
Tindakan itu didasarkan murni atas alasan keamanan. Polisi tidak boleh ambil risiko terjadinya gesekan antarmasyarakat yang lebih besar dan luas.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Kegiatan #2019GantiPresiden Tidak Boleh
Mengenai pembubaran tersebut dinilai membatasi kebebasan berekspresi, Hamdi membantahnya.
Ia menegaskan, secara obyektif, kampanye tagar #2019gantipresiden faktanya dibumbui kalimat dengan unsur provokasi, rentan ujaran kebencian dan hasutan.
Ia memberikan contoh apa yang dikatakan salah satu pegiat kampanye tagar itu, Neno Warisman.
"Narasinya Neno Warisman itu, mari kita Perang Badar, itu saya setuju apabila disebut sebagai salah satu provokasi, menebar kebencian terhadap kelompok lain," tuturnya.
Baca juga: Mardani Klaim #2019GantiPresiden Tingkatkan Partisipasi Politik Publik
"Yang dinamakan kebebasan dalam berpendapat itu, misalnya menuntut harga bahan pokok turun, menuntut BBM murah, tenaga kerja asing dikurangi, itu silahkan. Tapi tidak dengan memprovokasi. Ingat, masyarakat juga menginginkan ketenangan dan keamanan," tambah Hamdi.
Hamdi pun menyoroti minimnya keteladanan elite politik di tengah situasi ini.
Ia menilai, para elite politik, baik dari kubu tagar #2019gantipresiden atau pendukung Jokowi dua periode 'menari' di atas kekisruhan yang terjadi di akar rumput dan memanfaatkan hasil yang didapat dari situasi tersebut.
Baca juga: DPR Akan Panggil Kapolri dan Kepala BIN soal Pengadangan Aktivis #2019GantiPresiden
Ia berharap elite politik tidak mengedepankan syahwat politik semata dan lebih mengedepankan persatuan rakyat Indonesia.
Bisakah kita berdemokrasi dengan elegan? Damai? Tidak memprovokasi dan tetap menghormati hak orang lain?
"Saya rasa elite sadar yang terjadi sekarang ini rentan terjadi apa yang saya sebutkan tadi sebagai 'mutual provocation' dan 'mutual radicalization' yang berpotensi menimbulkan konflik. Kalau sudah begini, elite harus membantu cooling down, tidak boleh terlalu ingin memenuhi syahwat politik ingin menang," ujar Hamdi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.