Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Diminta Lebih Perhatikan Penyandang Disabilitas Mental dalam Pemilu 2019

Kompas.com - 24/08/2018, 18:22 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Yeni Rosa Damayanti meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk lebih memperhatikan penyandang disabilitas mental dalam penyelenggaran pemilu 2019.

Pasalnya, berdasar pengalaman pilkada 2017, banyak penyandang disabilitas mental yang tidak dimasukan ke dalam daftar pemilih tetap (DPT) oleh KPU. Akibatnya, mereka kehilangan hak pilih.

Padahal, menurut Yeni, penyandang disabilitas mental memiliki hak sama untuk memilih.

Hal itu telah diatur dalam Pasal 5 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu yang menyebutkan, penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon presiden/wakil presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai penyelenggara pemilu.

Baca juga: Ketika Siswa Disabilitas di Solo Melukis Payung Raksasa...

Hak-hak penyandang disabilitas dalam berpolitik juga telah diatur sebelumnya dalam Undang-undang nomor 8 tahun 2016 pasal 5 huruf (h) tentang penyandang disabilitas.

Yeni mengatakan, pihaknya sudah berkali-kali mendesak KPU untuk lebih memperhatikan penyandang disabilitas mental, tetapi KPU masih saja luput.

Pada pilkada 2017, pihaknya mencatat di Jakarta ada sekitar 3000 penyandang disabilitas di panti yang tidak terdaftar di DPT. Di Bekasi ada sekitar 200 orang yang tidak tercatat di DPT, dan di Sukabumi ada sekitar 400 orang.

"Ini baru yang kita lacak dan ketahui. Total ada ribuan orang yang tidak didaftar (di DPT), baik untuk pemilu maupun pilkada," kata Yeni dalam sebuah diskusi di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, Jumat (24/8/2018).

Baca juga: Komunitas Penyandang Disabilitas Solo Luncurkan Aplikasi untuk Promosikan Produk

Menurut Yeni, sejauh ini, ada dua alasan yang menyebabkan penyandang disabilitas mental tak masuk ke DPT.

Pertama, ketidaktahuan KPU dan sejumlah lembaga sosial bahwa penyandang disabilitas mental punya hak pilih.

Tak jarang, ditemukan panti sosial penyandang disabilitas mental yang tak tahu bahwa penyandang tersebut punya hak yang sama untuk memilih. Akibatnya, kerap kali pihak panti sosial menghalang-halangi proses pencatatan pemilih oleh KPU.

"Kami minta dengan tegas KPU agar memberikan pengertian kepada pihak panti sosial, supaya mengijinkan warga pantinya untuk didaftar sebagai pemilih," ujar Yeni.

Baca juga: Precious One, Tempat Berkarya bagi Penyandang Disabilitas

Kedua, ketiadaan e-KTP dari penyandang disabilitas mental. Sementara e-KTP menjadi syarat wajib seseorang dimasukkan ke dalam DPT.

Dalam hal ini, Yeni memberi masukan, supaya penyandang disabilitas bisa difasilitas surat keterangan (suket) pemilih, atau pihak dinas kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) melakukan jemput bola membuatkan e-KTP bagi penyandang disabilitas mental yang punya keterbatasan.

"Kita ingin memperjuangkan bahwa orang dengan disabilitas mental bisa memilih dalam pemilu 2019 dan akan kita akomodasi, fasilitasi, bila perlu dibuatkan TPS-TPS dalam panti-panti dan rumah sakit," tutur Yeni.

Ia menambahkan, hal ini membutuhkan kerja lintas sektoral. Untuk itu, ia meminta seluruh pihak terkait untuk benar-benar memperhatikan hak pilih penyandang disabilitas mental.

"Bawaslu mengawasi, KPU, Dukcapil, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial. Jadi masih panjang perjuangan," tandasnya.

Kompas TV Precious One adalah sebuah tempat usaha kerajinan tangan yang mengkaryakan penyandang disabilitas yang dipercaya membuat souvenir Asian Games.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com