JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, pengungsi akibat rentetan gempa yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), jumlahnya meningkat pada malam hari.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, hal itu terjadi karena masyarakat trauma terhadap gempa susulan.
"Timbulnya masyarakat yang saat ini trauma dengan gempa 6,9 tadi, yang kondisi rumahnya masih bagus memilih mengungsi di halaman rumahnya," ujar Sutopo di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (21/8/2018).
"Sehingga data pengungsi kalau malam hari lebih besar daripada siang hari," lanjutnya.
Baca juga: Sandiaga: Politik Harus Dipisahkan dalam Penanganan Gempa di Lombok
Padahal, setelah Pulau Lombok diguncang gempa bermagnitudo 7 pada 5 Agustus 2018, masyarakat sudah mulai beraktifitas kembali.
Namun, gempa susulan berkekuatan magnitudo 6,5 dan 6,9 pada Minggu (19/8/2018), membuat warga Lombok kembali panik dan memilih untuk mengungsi.
"Kalau siang hari masyarakat sebenarnya sudah banyak yang melakukan aktifitas sehari-hari, ada yang bekerja di kebun, sawah, pasar, atau melakukan aktifitas ekonomi," tutur Sutopo.
"Kemudian, malam hari saat mereka tidur, mereka memilih tidur di tenda-tenda tadi," ucap dia.
Baca juga: Korban Meninggal akibat Gempa Lombok Menjadi 515 Orang
Hal itu membuat kebutuhan terhadap terpal dan tenda menjadi meningkat. Distribusi logistik masih terus dilakukan untuk memenuhi keluhan-keluhan dari para korban.
Rentetan gempa yang mengguncang Lombok sejak 29 Juli 2018, mengakibatkan 515 korban meninggal dunia dan 7.145 orang luka-luka.
Sementara itu, berdasarkan hitung cepat yang dilakukan BNPB, kerugian ekonomi ditaksir mencapai Rp 7,7 triliun.
Saat ini proses penanganan masih dilakukan oleh tim gabungan, baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.