Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disebut Terima 3,5 Juta Dollar AS, Keponakan Novanto Mengaku Hanya Dapat 2,9 Juta Dollar AS

Kompas.com - 21/08/2018, 17:21 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi membantah menerima uang 3,5 juta dollar Amerika Serikat melalui money changer. Irvan mengaku hanya menerima 2 juta dollar AS.

Hal itu dikatakan Irvanto saat memberikan tanggapan terdakwa atas keterangan para saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (21/8/2018).

"Transaksi saya 3 juta dollar AS, yang saya terima 2,9 juta dollar AS setelah dipotong 40 rupiah per dollar," ujar Irvanto.

Sebelumnya, Marketing Manager PT Inti Valuta Money Changer Riswan alias Iwan Barala mengaku pernah dihubungi oleh Irvanto.

Baca juga: 4 Kali Jadi Saksi Kasus E-KTP, Pengusaha Money Changer Mengeluh Capek

Saat itu, Irvan meminta bantuan money changer untuk melakukan pengiriman uang dari luar negeri.

Namun, Irvan meminta uang tidak ditransfer secara langsung. Pengiriman uang diminta melalui sistem barter antar money changer.

Iwan kemudian bersedia membantu pengiriman uang sebesar 3,5 juta dollar AS. Menurut kesaksian Iwan, Irvan meminta uang tersebut diserahkan melalui stafnya yang bernama Ahmad.

Baca juga: Keponakan Setya Novanto Didakwa Merekayasa Lelang E-KTP dan Jadi Perantara Suap

Iwan kemudian mengikuti arahan Irvan tersebut. Iwan menyerahkan uang 3,5 juta dollar AS itu kepada Ahmad.

Namun, Irvan juga membantah keterangan Iwan itu. Menurut dia, uang 2,9 juta dollar diberikan langsung oleh Iwan di kantornya di Gedung Menara Imperium, Kuningan, Jakarta.

Meski Irvanto membantah, Iwan menyatakan tetap pada keterangannya sejak awal.

"Mohon maaf, saya tetap pada pendirian saya, saya serahkan 3,5 juta dollar AS melalui Pak Ahmad," kata Iwan.

Baca juga: Keponakan Novanto Akui Serahkan Uang 1,5 Juta Dollar AS ke Chairuman Harahap

Dalam kasus ini, Made Oka Masagung dan Irvanto didakwa menjadi perantara uang suap untuk mantan Ketua Fraksi Partai Golkar, Setya Novanto.

Made Oka diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun 2011-2013.

Made Oka dan Irvanto juga didakwa merekayasa proses lelang dalam proyek pengadaan e-KTP. Irvan juga didakwa menjadi perantara suap untuk sejumlah anggota DPR RI.

Irvan disebut beberapa kali menerima uang Johannes Marliem selaku penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dollar Amerika Serikat.

Menurut jaksa, uang tersebut disebut sebagai fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP.

Selain memperkaya Setya Novanto, perbuatan Irvan dan Made Oka diduga telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi.

Perbuatan yang dilakukan bersama-sama itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.

Kompas TV KPK mengagendakan pemeriksaan sejumlah saksi kasus korupsi KTP Elektronik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com