JAKARTA, KOMPAS.com - Pegawai PT Mondialindo Muhammad Nur alias Ahmad bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (21/8/2018). Ahmad bersaksi untuk terdakwa Irvanto Hendra Pambudi yang merupakan keponakan Setya Novanto.
Dalam persidangan, Ahmad mengaku pernah diminta Irvanto untuk menerima uang dari Marketing Manager PT Inti Valuta Money Changer Riswan alias Iwan Barala. Menurut Ahmad, Irvan sempat menjanjikan hadiah kepadanya.
"Waktu itu Pak Irvan telepon saya, katanya ada orang yang mau kirim barang. Awalnya barang, tapi waktu saya terima ada tanda terima duit," kata Ahmad kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: 4 Kali Jadi Saksi Kasus E-KTP, Pengusaha Money Changer Mengeluh Capek
Menurut Ahmad, dia menerima empat kali pemberian. Mengenai jumlahnya, Ahmad hanya mengingat pemberian pertama sebesar 400.000 dollar AS dan yang terakhir 600.000 dollar AS.
Menurut Ahmad, saat itu Irvanto menjanjikan akan memberi sepeda motor kepadanya atas jasanya menjadi tempat penampungan uang sementara.
"Awalnya saya ke rumah Pak Irvan. Dia bilang, 'Saya ada project nih, kalau sudah selesai, nanti saya kasih motor," kata Ahmad menirukan ucapan Irvanto.
Menurut Ahmad, setelah semua uang diterima dari Iwan, dia menyerahkannya kepada Irvanto. Dalam suatu percakapan, Irvan pernah menyebut bahwa uang tersebut disiapkan untuk diberikan kepada pihak Senayan.
Namun, Ahmad mengaku tidak memahami istilah Senayan yang dimaksud.
Dalam kasus ini, Made Oka Masagung dan Irvanto didakwa menjadi perantara uang suap untuk mantan Ketua Fraksi Partai Golkar, Setya Novanto. Made Oka diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun 2011-2013.\
Made Oka dan Irvanto juga didakwa merekayasa proses lelang dalam proyek pengadaan e-KTP. Irvan juga didakwa menjadi perantara suap untuk sejumlah anggota DPR RI.
Baca juga: Mantan Sekjen Kemendagri Bantah Terima Tas Hermes dari Keponakan Novanto
Irvan disebut beberapa kali menerima uang Johannes Marliem selaku penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dollar Amerika Serikat.
Menurut jaksa, uang tersebut disebut sebagai fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP.
Selain memperkaya Setya Novanto, perbuatan Irvan dan Made Oka diduga telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi. Perbuatan yang dilakukan bersama-sama itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.