JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Bambang Soesatyo membantah penilaian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang menyebut kinerja lembaganya di bidang legislasi masih lemah.
Menurut dia, hal yang terpenting dalam kinerja legislasi bukanlah jumlah undang-undang yang dihasilkan. Namun, hal yang lebih substantif adalah menghasilkan UU berkualitas.
“Kualitas UU itu secara langsung dapat memberikan solusi dan payung hukum bagi permasalahan rakyat, baik di bidang hukum, ekonomi, sosial, politik dan kesejahteraan masyarakat secara umum,” ujar Bambang di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Baca juga: Formappi Nilai Pelaksanaan Kode Etik dan Kelembagaan DPR Masih Lemah
Selain itu, Bambang juga menegaskan DPR tidak bisa meloloskan rancangan undang-undang (RUU) menjadi Undang-Undang (UU) tanpa persetujuan pemerintah.
Merujuk pada Pasal 20 UUD 1945, maka penyusunan Program Legislasi Nasional dan pembahasan RUU tidak bisa dilakukan DPR secara sepihak.
“Proses pembahasan RUU bukan hanya menjadi tanggung jawab DPR, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama pemerintah,” ujar politisi Golkar ini.
Baca juga: Kinerja DPR di Bidang Legislasi Dinilai Masih Lemah
Bambang menambahkan, DPR dalam membahas RUU juga memberi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik dan masukan.
Bahkan, kata dia, DPR selalu meminta masukan masyarakat untuk menyusun pasal demi pasal.
Bambang menegaskan komitmennya tentang transparansi DPR dalam membahas RUU.
“Pembahasan RUU di DPR dilakukan secara terbuka dan berkelanjutan tanpa mengenal waktu dan tenaga, serta mengharapkan dukungan dari seluruh masyarakat," ujar dia.
Baca juga: Formappi: Soal Legislasi, Semangat DPR Tinggi, tetapi Hasilnya Minim
Peneliti Formappi Lucius Karus sebelumnya memaparkan kinerja DPR di bidang legislasi masih lemah.
Hal itu dibuktikan pada masa sidang V 2018 hanya tiga RUU Prolegnas Prioritas dan dua RUU Kumulatif Terbuka yang berhasil disahkan DPR.
Adapun tiga RUU Prioritas 2018 adalah RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Kekarantinaan Kesehatan, dan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Baca juga: Tak Hanya Legislasi, Fungsi Pengawasan DPR Juga Dianggap Buruk
Sementara dua RUU Kumulatif Terbuka yang disahkan adalah terkait Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan.
Kedua, RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2017.
"Dengan catatan lima RUU yang disahkan pada masa sidang V, kinerja legislasi DPR masih memprihatinkan. Hasil itu baru mengurangi empat beban prioritas legislasi 2018 yang secara keseluruhan berjumlah 50 RUU," papar Lucius dalam diskusi bertajuk "Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang V Tahun Sidang 2017-2018," di kantor Formappi, Jakarta, Selasa (14/8/2018).