JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Bupati nonaktif Halmahera Timur Rudy Erawan mengaku bahwa ia pernah mengusulkan agar Amran HI Mustary diangkat sebagai Kepala Balai Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Usulan itu disampaikan melalui Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI.
"Semua usulan dari bawah harus melalui fraksi, baru ke DPP PDI-P. Usulan apapun, itu aturan internalnya," ujar Rudy kepada majelis hakim saat menjalani pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Baca juga: Berbelit-belit, Keponakan Bupati Halmahera Timur Diingatkan Hakim Bisa Jadi Terdakwa
Selain menjabat sebagai bupati, Rudy juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Maluku Utara.
Rudy mengaku awalnya ditemui oleh pengusaha Imran S Djumadil di sebuah tempat spa di Jakarta Selatan.
Imran meminta agar saudaranya, Amran HI Mustary, diberikan jabatan sebagai kepala balai di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca juga: Saksi Akui Diminta Uang oleh Bupati Halmahera Timur untuk Ongkos Hadiri Rakernas PDI-P
Imran menyampaikan saudaranya ada yang dibuat non-job oleh Pak Gubernur.
Dia bilang, 'Pak Rudy kan ketua DPD partai, pemerintahan ini kan dikuasai PDI-P, alangkah baiknya kalau saudara saya dijadikan kepala balai," kata Rudy.
Menurut Rudy, Imran berpikir bahwa dirinya yang kenal dekat dengan pengurus PDI Perjuangan di tingkat pusat, pasti dapat mengusulkan Amran sebagai kepala balai.
Baca juga: Uang Suap Bupati Halmahera Timur Diduga untuk Rapimnas PDI Perjuangan
Dalam kasus ini, Rudy Erawan didakwa menerima suap Rp 6,3 miliar. Suap itu terkait bantuan Rudy untuk menjadikan Amran HI Mustary sebagai salah satu pejabat di Kementerian PUPR.
Menurut jaksa, uang tersebut diperoleh dari sejumlah pengusaha dan kontraktor yang menjadi rekanan di BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.