JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang telah diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Juli 2018 silam diharapkan mampu menghasilkan perubahan mendasar, khususnya terkait tiga aspek.
Ketiga aspek itu menyangkut perizinan dan tata niaga, keuangan negara, dan penegakan hukum serta reformasi birokrasi.
"Saya berharap walaupun ke tiga hal tadi, saya berharap rencana aksi nasional pencegahan korupsi, bisa mendorong perubahan yang mendasar dan signifikan bagi perkembangan kita ke depan," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Baca juga: Ini Tindak Lanjut Perpres Strategi Nasional Pencegahan Korupsi
Ia mengungkapkan, upaya pemberantasan korupsi harus melibatkan banyak pihak. Sebab, ruang lingkup penanganan pemberantasan korupsi sangat luas di berbagai sektor.
Beberapa di antaranya seperti rekrutmen pegawai negeri sipil, independensi peradilan, pengadaan barang dan jasa, perizinan tambang hingga pemanfaatan anggaran negara.
"Ini kan hal-hal yang membutuhkan kerja sama. Karena KPK enggak mungkin sendirian. Ini kerja bersama. Sistem harus diperbaiki," katanya.
Agus juga menjamin keberadaan perpres ini tak berpengaruh pada independensi kinerja KPK. Sebab, dalam perpres ini, KPK memiliki posisi strategis dan terlibat aktif dalam menyusun rencana aksi nasional pencegahan korupsi.
Baca juga: KPK Apresiasi Pembentukan Tim Nasional Pencegahan Korupsi
Di sisi lain, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menilai perpres ini merupakan terobosan baru di Indonesia. KPK, kata Moeldoko, menjadi koordinator dalam penyusunan strategi nasional pencegahan korupsi.
"KPK akan berkoordinasi dengan Bappenas, dengan Kemendagri untuk outcome di pemerintahan daerah, (Kementerian) PAN-RB untuk reformasi birokrasi dan KSP untuk agenda prioritas pembangunan," kata Moeldoko.
Perpres ini juga diharapkan mendorong keseimbangan penindakan dan pencegahan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Moeldoko melihat pencegahan korupsi justru akan lebih baik dibandingkan penindakan.
"Kalau penindakan kan mesti uangnya sudah hilang, diambil tuh. Tapi kalau pencegahan uangnya belum keambil," kata dia.
Moeldoko sepakat dengan pernyataan Agus, bahwa perpres ini bisa menghasilkan perubahan mendasar. Pertama, ia berharap adanya kemudahan dan transparansi dalam berusaha. Kedua, perbaikan indeks persepsi korupsi Indonesia yang belum membaik. Ketiga, perbaikan birokrasi pemerintahan dan aparaturnya.